Social Commerce Difungsikan untuk Berdagang, Amin Ak: Ini Tidak Fair - Telusur

Social Commerce Difungsikan untuk Berdagang, Amin Ak: Ini Tidak Fair

Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak. (Foto: telusur.co.id).

telusur.co.id - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengatakan, era digitalisasi serta online tak bisa ditolak. Meskipun bisa berdampak negatif bagi jutaan orang walau di sisi lain juga mengembirakan orang yang lain. Dari sudut pandang konsumen, kata Amin, belanja online memang menguntungkan dengan transaksi yang begitu mudah dapat barang, secara mutu tidak terlalu mengecewakan dan kemudian harganya sangat murah.

"Tetapi yang kita bicarakan sekarang adalah soal UMKM, Ada 64 juta pelaku UMKM kita, yang itu menyediakan lapangan kerja atau menyerap tenaga kerja kurang lebih 97% angkatan kerja kita dan kontribusi kepada PDB itu 60-an persen lebih," kata Amin dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'Aturan Social Commerce dan Nasib UMKM', di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/23).

Amin menuturkan, UMKM kita sudah terbukti paling tahan krisis dan paling tahan banting saat menghadapi era krisis. Menurutnya, hal ini perlu menjadi perhatian.

Ia mengingatkan pemerintah agar para pelaku UMKM tetap bertahan. Sebab, untuk membangkitkan UMKM yang berguguran tidak mudah.

“Kementerian perdagangan sebagai leading sektor yang bisa membuat regulasi dalam hal perdagangan online itu bagaimana aturan-aturannya,” katanya.

Menurutnya, yang jadi permasalahan bukanlah keberadaan e-Commerce. Tetapi yang dipermasalahkan adalah social Commerce yang digunakan dan difungsikan untuk berdagang. "Ini kan tidak fair," ungkapnya.

"Mereka social commerce itu, punya algoritma para pengguna, umumnya bigdata yang bisa memetakan ya kebutuhan-kebutuhan para pengguna, konsumen yang jadi konsumen itu, jadi ketika mereka di sananya memproduksi barang-barang kemudian sosial commerce dijadikan sebagai sarana untuk berjualan, ini tentu kondisi yang tidak fair," bebernya. 

Dia kemudian menyayangkan influencer di media sosial yang memiliki jutaan pengikut dengan mudahnya berjualan di media sosial. Menurut Amin, hal ini tak adil bagi mereka yang berjualan offline dengan sederet ketentuan.

“Ditambah lagi Pak, para influencer yang punya medsos, follower-nya sampai puluhan juta. Puluhan juta itu ikut berjualan hampir pastilah dengan harga yang murah, produk-produk mereka kualitasnya juga oke dijual, ya itu akhirnya sekalipun Tanah Abang yang terkenal murah meriah dan jadi tujuan banyak orang (akan tergusur),” kata dia.  [Tp]


Tinggalkan Komentar