Tanggapi Tuntutan Rakyat, Ekonom: Pemerintah Perlu Reformasi Arah Pembangunan - Telusur

Tanggapi Tuntutan Rakyat, Ekonom: Pemerintah Perlu Reformasi Arah Pembangunan


telusur.co.id - Ekonom Pusat Kajian Keuangan, Ekonomi, dan Pembangunan Universitas Binawan, Farouk Abdullah Alwyni, menfanjurkan Pemerintah melakukan reformasi arah pembangunan untuk merespon tuntutan masyarakat. Pemerintah perlu menentukan arah pembangunan ekonomi nasional yang lebih adil, transparan dan mensejahterakan masyarakat. 

"Meskipun kondisi makro ekonomi saat ini masih stabil tapi Pemerintah tidak boleh berpuas diri dan menutup mata akan adanya ketimpangan di masyarakat," kata Farouk, Senin (8/9/2025). 

Farouk menyebut ketimpangan sosial yang terjadi saat ini sangat tinggi. Hal tersebut diperparah dengan maraknya tindak korupsi oleh pejabat, lonjakan kenaikan PBB yang tidak kira-kira di berbagai daerah serta ditambah beredarnya kabar besarnya gaji elite politik seperti Anggota DPR RI yang jauh di atas gaji rata-rata penduduk. 

“Pendapatan elit politik di Indonesia bisa 75 kali lebih besar dibanding pendapatan rata-rata orang Indonesia. Angka ketimpangan ini bisa jadi tertinggi di dunia,” terang Mantan Pejabat Senior Islamic Development Bank (IDB) ini.

“Meski secara umum kondisi makro-ekonomi tetap terkendali, Pemerintah tetap harus memperhatikan akar masalah yang menjadi penyebab protes yang ada sekarang ini. Jika Pemerintah tidak segera mengkoreksi khawatir akan berdampak negatif terhadap stabilitas ekonomi. Dan pada akhirnya akan menyebabkan instabilitas politik serta mengikis ‘business confidence’. Kondisi itu tentu mempengaruhi daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi,” sambung Farouk. 

Farouk menjelaskan, sampai dengan awal September 2025, protes-protes yang berkembang diikuti oleh kerusuhan memang menyebabkan volatilitas di pasar saham (IHSG) dan pasar valuta asing (IDR vs USD), tetapi tidak sampai mengguncang kondisi makroekonomi yang ada secara signifikan. 

Secara keseluruhan di Tahun 2025, IHSG meningkat dari level 7.163,21 di 2 Januari 2025 ke level 7.867,35 di 4 September 2025, pertumbuhan sebesar 9.8%. Titik terendah selama kerusuhan terjadi di hari Senin, 1 September 2025 dengan IHSG berada di level 7.736 setelah mencapai level tertinggi di 2025 di level 7.952 di hari Kamis, 28 Agustus 2025, penurunan sekitar 2.72%. 

Sedangkan Rupiah selama tahun 2025, telah terdepresiasi terhadap US Dollar sebesar 1.6% dari Rp. 16.201 di tanggal 2 Januari 2025 menjadi Rp. 16.462 di tanggal 4 September 2025. Level terkuat sebelum kerusuhan adalah di Rp. 16.227 pada tanggal 24 Agustus 2025. 

Menyikapi hal tersebut, Mantan Direksi Bank Muamalat ini mengusulkan sejumlah terobosan yang dapat diambil Pemerintah, diantaranya melakukan Reformasi Struktural terkait perpajakan, alokasi anggaran negara, peningkatan pemerataan dan pengurangan ketimpangan, perbaikan birokrasi, kesetaraan dan penegakan hukum, serta perbaikan kualitas demokrasi.

Terkait perpajakan, Pemerintah harus mengembalikan esensi pajak bukan sekedar sumber penerimaan negara tetapi sebagai satu instrumen ‘distributive justice,’ yakni instrumen untuk menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan ekonomi dan sosial. Pajak harus difokuskan lebih ke kelompok-kelompok ‘ultra rich’, mereka yang sejauh ini telah menikmati pembangunan. 

Pajak ke ke kelompok menengah bawah harus diminimalkan. Pajak jangan sampai mempersulit kelompok kelas menengah apalagi kelas bawah. 

Sementara terkait penerapan PBB harus dikaji ulang dan tidak bisa mengikuti harga pasar dari ‘property’, tetapi harus didasarkan nilai awal pembelian sebuah properti. ⁠Logika pajak Pemerintah harus diubah dan lebih berorientasi ‘Revenue’ bukan ‘Tax Rate.’ 

"Bahwa, tingkat pajak yang kecil justru bisa memacu pendapatan yang besar, dibandingkan sebaliknya yakni tingkat pajak tinggi justru bisa mengurangi penerimaan. Pengurangan PPn bisa menhadi satu cara, juga peningkatan batas penghasilan tidak kena pajak, juga penghapusan pajak THR,” jelas Alumnus New York University (AS) dan University of Birmingham (Inggris) ini.

Farouk menekankan alokasi anggaran negara harus lebih berorientasi mengangkat kelompok kelas menengah bawah dan bukan malah hanya memperkaya pejabat negara. Perbandingan antara gaji rata-rata pejabat negara dan UMR harus dikurangi semaksimal mungkin sebagai sarana peningkatan pemerataan dan pengurangan ketimpangan, apalagi untuk para Anggota DPR RI/DPRD, di negara-negara maju pada umumnya kelipatan yang ada tidak melebihi 4x lipat. 

Kelipatan yang minimal akan memaksa para Anggota DPR RI/DPRD untuk lebih empati kepada masyarakat dan pada gilirannya mereka akan dapat lebih vokal dalam mengawasi gaji pejabat-pejabat negara lainnya. 

“Pengurangan ketimpangan gaji pejabat negara dan UMR di atas penting, untuk menghindari kondisi neo-kolonialisme oleh bangsa sendiri, dimana rakyat kebanyakan yang membayar pajak dengan berat sedangkan segelintir elit menikmati kemewahan dari pengorbanan rakyat kebanyakan. ⁠Salah satu fungsi penting negara adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, disini birokrasi yang dibiayai oleh pajak rakyat benar-benar harus memberikan layanan yang terbaik untuk rakyat. Birokrasi yang bersih, melayani, dan profesional harus diciptakan,” tegasnya.

Ia juga mengatakan penerapan “rule of law” yang imparsial dan tidak tebang pilih menjadi syarat mutlak untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, disamping tentunya obyektif menciptakan negara dan masyarakat berkeadilan, yang sangat penting untuk membangun kesejahteraan/kemakmuran. 

Penerapan “rule of law” yang imparsial juga otomatis akan bisa digunakan untuk mengambil kembali harta-harta pejabat hasil korupsi dan dimanfaatkan untuk program-program yang mendorong kesejahteraan rakyat banyak dan pembangunan infrastruktur.

Hal lain yang perlu diperhatikan Pemerintah adalah perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia agar menghasilkan wakil rakyat yang benar-benar amanah, kompeten, dan mempunyai pemihakan kepada rakyat banyak.

"Perlu dipahami bahwa demokrasi bukan sekedar Pemilihan Umum, tetapi sekedar alat untuk menciptakan kemaslahatan yang lebih besar bagi masyarakat. Demokrasi harus bisa diterjemahkan dalam bentuk layanan birokrasi yang baik, Pemerintah yang hadir secara ekonomi dan keamanan bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan, serta penggunaan sumber daya alam dan anggaran negara yang benar-benar digunakan untuk kemakmuran rakyat dan bukan sekedar untuk segelintir oligarki, elite politik maupun ekonomi,” tegasnya.[Nug] 


Tinggalkan Komentar