telusur.co.id - Kementerian Koperasi dan UKM memastikan akan tetap konsisten mengawal pencapaian target 500 koperasi modern pada 2024 mendatang, meskipun saat ini masih pandemi Covid-19.

Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi dalam konferensi pers menjelaskan proses modernisasi terbagi menjadi empat tahap, yakni fase permodelan yang digelar tahun ini, fase replikasi pada tahun 2022, fase masifikasi pada tahun 2023, dan pemantapan serta pengembangan lanjutan pada 2024.

"Tahap sekarang ini baru permodelan, ini belum hasil akhir tapi awal atau kick off ada 100 koperasi sebagai model yang kita akan lanjutkan pengembangan di tahun mendatang," kata Zabadi dalam konferensi pers daring, Jumat (12/11/21).

Zabadi menjelaskan, setidaknya ada enam pendekatan umum untuk memodernisasi koperasi. Antara lain akses pembiayaan, fasilitasi kemitraan dan akses pemasaran, adopsi teknologi, restrukturisasi kelembagaan melalui amalgamasi, spin off atau pemekaran usaha, hingga pengembangan model koperasi multi pihak.

Khusus akses pembiayaan, Zabadi menyebut pihaknya siap menyalurkan dukungan pembiayaan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM (LPDB-KUMKM) dengan dua skema, yakni modal kerja dan investasi.

"Investasi diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan pabrikasi, sedangkan di on farm, kami arahkan petani untuk memanfatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR)," imbuhnya.

Sedangkan untuk pendekatan fasilitasi kemitraan, Zabadi mengatakan akan dilakukan agar koperasi mendapat kepastian terkait akses pemasaran. Di mana produk-produk mereka ke depan sudah ada yang menyerap lewat kerja sama dengan pihak swasta.

Tak hanya itu, KemenKopUKM juga akan melakukan pendekatan lewat adopsi teknologi. Ini diperlukan pada aspek pabrikasi dalam rangka meningkatkan produktivitas sehingga ia terus mendorong koperasi masuk ke ekosistem digital.

"Misalnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP), kita dorong untuk bertransformasi digital dan kita ajak tech provider terlibat dalam proses itu," sebutnya.

Berikutnya, pendekatan melalui restrukturisasi kelembagaan. Hal ini dilakukan untuk mendorong koperasi-koperasi kecil yang tidak memiliki skala ekonomi agar mereka melakukan merger atau dalam dunia perkoperasian kerap disebut sebagai amalgamasi.

Ia menuturkan bahwa proses amalgamasi bukanlah hal yang baru dalam dunia koperasi. Amalgamasi itu sudah menjadi tradisi yang kuat dan telah ada sejak era 1980-1990an, seperti KUD yang hadir dari proses merger pada masanya. Contoh lain, misalnya, Kospin Jasa Pekalongan, yang saat ini asset mencapai 11 trilyun lahir dari merger 4 koperasi. Koperasi Telekomunikasi Seluler (Kisel) yang memiliki aset sekitar 7 triliun merupakan hasil merger 11 koperasi. 

Sedangkan terkait proses pemekaran usaha atau spin off, saat ini telah terdapat sejumlah koperasi dengan jumlah anggota yang masif tengah didorong untuk melakukan pendekatan tersebut demi melayani kebutuhan anggotanya.

Tak terbatas pada kebutuhan simpan pinjam, Zabadi menerangkan, proses spin off nantinya akan memenuhi kebutuhan layanan nonfinansial bagi para anggota.

"Dalam beberapa hal memang perlu untuk memberi opsi luas bagi koperasi di tanah air sehingga kita bisa lihat akhirnya ada koperasi besar dalam satu grup holding company berbadan hukum koperasi," ucapnya.

Untuk itu, ia mendorong koperasi-koperasi, khususnya KSP, agar menginisiasi pembentukan kelembagaan di sektor riil, seperti Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI) yang tengah menyiapkan koperasi jasa konstruksi dan perumahan.

"Lebih dari 10 koperasi sedang melakukan spin off yang meningkatkan layanan secara komprehensif, bukan saja di aspek pembiayaan, tetapi juga mendukung layanan nonfinansial lewat konsolidasi dalam wadah koperasi sektor riil sesuai potensi usaha yang dikembangkan anggota," tandas Ahmad Zabadi.

Sedangkan pada pendekatan melalui model koperasi multipihak, Ahmad Zabadi menerangkan bahwa hal itu tak lepas dari upaya KemenKopUKM untuk menangkap kalangan muda, khususnya para pelaku startup agar mau bergabung dengan entitas koperasi.

"Namun koperasi multipihak ini juga sangat relevan ketika kita akan mengembangkan korporatisasi di sektor pangan karena keterlibatan berbagai pihak bisa menimbulkan hal baik untuk mengonsolidasikan petani-petani kecil menjadi bagian dari koperasi itu sendiri," pungkasnya.[Fhr]