Diterima Komisi A DPRD DKI, Fahri Bachmid Uraikan Sengketa Lahan Sarana Jaya - Telusur

Diterima Komisi A DPRD DKI, Fahri Bachmid Uraikan Sengketa Lahan Sarana Jaya


telusur.co.id -Komisi A DPRD DKI Jakarta menerima audiensi dari Dr. Fahri Bachmid & Associates, dalam rangka menindaklanjuti permohonan klarifikasi atas tanggung jawab pelaksanaan putusan pengadilan serta fasilitasi dan koordinasi teknis terkait kasus Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Hadir dalam audiensi itu Ketua Komisi A Inggard Joshua, bersama anggota komisi A Inad Luciawaty, dan Mohamad Ongen Sangaji.

Dalam forum itu, Fahri Bachmid, sebagai kuasa hukum Ahli Waris Alm Hj. Fatmah Abdullah Hariz,  menguraikan kronologi perkara. Pada 26 November 1997, telah ditandatangani perjanjian penyerahan hak atas sebidang  tanah seluas 1.936 meter persegi di Jalan Pondok Kelapa Raya, Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, milik Perumda Sarana Jaya, kepada kliennya. Namun, pada 2004, tanah tersebut dikuasasi oleh pihak lain, yang mengklaim ahli waris. 

Pihaknya lantas menggugat Sarana Jaya  atas adanya perbuatan wanprestasi (cidera janji), berdasarkan perjanjian jual beli. Bahkan perkara tersebut berproses sampai pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA), dan dimenangkan kliennya. 

"Prinsipnya Mahkamah Agung RI mengabulkan Gugatan Ahli Warisa (Hj. Fatimah Abdullah Hariz), yang dengan tegas dan terang menghukum tergugat Perumda Pembangunan Sarana Jaya untuk melakukan pem bayaran ganti kerugian kepada Para Penggugat , sebesar Rp 8.001.488.000, ditambah dengan bunga sebesar 6 persen per tahun sejak diajukan gugatan," kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (13 /11/2025). 

Fahri menjelaskan , putusan PK Mahkamah Agung Nomor 69 PK/Pdt/2022 tanggal 23 Februari 2022, merupakan final dan mengikat (final and binding) yang amar putusannya wajib dilaksanakan. Termasuk pembayaran ganti rugi dan bunga 6 persen per tahun hingga pelunasan.

"Kami berpendapat bahwa pihak PD. Sarana Jaya kurang kooperatif dalam menyikapi dan menindaklanjuti putusan hukum tersebut, hal ini sangat berkonsekwensi terhadap potensi kerugian keuangan negara, jika PD. Sarana Jaya selalu bersikap buying time," ucapnya. 

Menurut Fahri, keterlambatan pemaksaan putusan berpotensi merugikan keuangan negara. Secara akumulatif, kewajiban  Perumda Sarana Jaya mencapai Rp. 11.842.202.240, dan potensial menjadi membengkak ke depan. 

Fahri mengingatkan akan pertanggung jawaban pribadi, direksi serta konsekuensi lain bila putusan inkracht itu tidak dilaksanakan. Baik konsekuensi berupa pidana, administratif, maupun keuangan, sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 421 KUHP, dan Pasal 28 ayat (1) dan (2) PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD, berpotensi diterapkan. 

Selain itu, ketidakpatuhan juga bisa menjadi dasar pemeriksaan Inspektorat, BPK, dan/atau KPK. Apalagi jika menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan aset publik.[Nug] 


Tinggalkan Komentar