DPD APTRI Desak Pemerintah Cabut Izin 2 Pabrik Gula di Jatim - Telusur

DPD APTRI Desak Pemerintah Cabut Izin 2 Pabrik Gula di Jatim

Ilustrasi petani panen tebu (Dok. Kementan)

telusur.co.id - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Timur, mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi  keberadaan dua pabrik gula yang ada di Jatim. 

Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Timur, Sunardi Edy Sukamto menjelaskan, berdirinya 2 pabrik gula baru itu, izinya Gula Kristal Putih (GKP) berbasis tebu (wajib memiliki tanaman tebu sendiri), tetapi selama hampir 5 tahun terakhir tidak menepati janji untuk menyiapkan kebun dan tanamannya sendiri.

"Justru keberadaannya hanya memindah giling tebu yang sudah ada dan bermitra dengan Pabrik Gula sebelumnya dan di gunakan sebagai kedok untuk mendapatkan Comissioning Import Raw sugar," kata Edy dalam keterangannya, Kamis (17/6/21).

Menurut Edy, harapan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan adanya pabrik gula baru itu bisa swasembada gula, ternyata sama sekali jauh dari kenyataan. Bukannya, menambah luas tanam hablur gula, justru 2 pabrik itu mematikan Pabrik gula yang sudah ada.

Ia berharap agar DPRD dan Pemprov Jatim melakukan evaluasi secara komprehensif terkait keberadaan 2 Pabrik gula baru tersebut.

"Kami menegaskan kepada pemerintah jika serius ingin swasembada gula baik industri maupun konsumsi, maka 2 Pabrik gula Rafinasi tersebut harus segera dievaluasi perijinan dan keberadaannya dengan mewajibkan untuk memenuhi bahan baku produkşinya dari tebu tanamannya sendiri," tegasnya.

Edy juga menegaskan, pihaknya tidak akan mempersoalkan 2 pabrik gula baru asalkan sesuai dengan izin usahanya dan syaratnya dipenuhi. 

Namun, Ia juga menyesalkan, 2 pabrik baru ini telah membuat gaduh dengan mengambil tebu dari daerah-daerah sekitar yang sudah ada pabriknya.

"Kan menipu dan melenceng. Hak kami meminta pada Pemprov dan DPRD bahkan pusat untuk evaluasi dan bahkan bila perlu ijinnya di cabut," ungkapnya.

Selain itu, Edy juga menyayangkan adanya suara-suara sumbang yang dilontarkan sejumlah anggota DPRD Jatim terhadap asosiasinya yang menuding adanya bantuan dana dari pihak tertentu diberikan kepada asosiasinya.

"Saya kira sangkaan DPRD Jatim itu tak masuk akal dan tak memiliki dasar apalagi bukti yang kuat. Suara keresahan kita bukanlah pesanan pihak manapun. Apalagi kita APTRI dianggap dapat anggaran. Saya kira itu mengada-ngada," tandasnya.

"Justru kami ini heran ada kegaduhan dan ketimpangan mengapa mereka (DPRD Jatim) diam dan ada apa juga di biarkan, bahkan minta ijin raw sugar untuk gula rafinasi dan justru malah siap mengawal dan mengatakan Permemperin no 3 2021 berbahaya untuk pengusaha dan industri mamin di Jatim," ungkapnya.

Yang jelas, lanjut dia, sikap asosiasinya terhadap keberadaan Permenperin 03/2021 sebagai wujud bahwa aturan tersebut memang relevan untuk kemudian diterapkan ditengah industri gula tanah air khususnya di Jatim yang memang perlu dibenahi.

"Apa yang kita upayakan adalah meluruskan maksud dan tujuan Permenperin no 3/2021 adalah instrument pemerintah untuk mengatur dan memenuhi kebutuhan gula nasional baik  Rafinasi dan konsumsi sesuai peruntukannya," tegasnya.

Sekali lagi perlu diluruskan, kata dia, tudingan APTRI dapat anggaran dari pihak tertentu tentunya tidak logis.

"Siapa yang akan ngasih. Apa alasan logis mereka ngasih BUMN maupun RNI, yang perlu di curigai adalah ada apa DPRD mati-matian bela KTM dan RMI  itu swasta," sindirnya.

"Sementara pabrik yang ada milik BUMN dengan banyaknya stakeholder terlibat dan masyarakat yang bekerja di dalamnya malah nasibnya di abaikan dan kita berjuang dari dulu untuk petani. Mana ada  DPRD membela petani sampai ke istana yang ada menonton," sambungnya.

Edy memandang bahwa perbedaan pendapat adalah hal wajar karena pada posisi dan versinya masing-masing. "Namun kami adalah petani dan pabrik, ibaratnya seperti ikan dan air yang perlu perlindungan untuk mencapai ketahanan dan  kedaulatan pangan nasional, saling membutuhkan bukan untuk tipu menipu. Wakil rakyat tempat kita mengadu namun bukan hak kami memaksa mereka untuk membela kami, saat menjabat mungkin mereka tidak butuh dengan rakyat," pungkasnya.[Fhr]


Tinggalkan Komentar