DPR Sebut Sri Mulyani Kepedean dengan Target Ekonomi 5,8 Persen pada 2026 - Telusur

DPR Sebut Sri Mulyani Kepedean dengan Target Ekonomi 5,8 Persen pada 2026


telusur.co.id - Anggota Komisi XI DPR Fraksi PKS Anis Byarwati merespon penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati beberapa lalu. Dimana, target Pertumbuhan Ekonomi 5,2%-5,8% tampak terlalu optimis. 

"Bahkan cenderung terlampau percaya diri (over convidence), proyeksi IMF dan World Bank terhadap perekonomian kita tahun 2026, hanya akan tumbuh sebesar 4,8%, sedikit meningkat dibandingkan proyeksi tahun 2025 sebesar 4,7%,” kata Anis di Jakarta, Minggu (25/5/2025).

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi ini mengingatkan realisasi Triwulan I 2025 yang lalu, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,87% (yoy), melambat dibanding kuartal sebelumnya masih tumbuh 5,02 persen. 

"Artinya pertumbuhan ekonomi nasional sedang dalam kondisi yang stagnan dan melambat. Jadi dua kondisi ini, hendaknya menjadi perhatian dan ukuran bagi Pemerintah untuk menentukan target pertumbuhan ekonomi kita tahun 2026,” ujarnya.

Meskipun demikian, Anis menyebut bisa memahami. Menurutnya, Pemerintah ingin membangun pandangan dan sikap optimisime bahwasannya perekonomian global dan nasional akan membaik pada tahun 2026. “Tapi realistisnya target pertumbuhan ekonomi nasional dalam kisaran 5,0% - 5,02% pada tahun 2026,” ungkapnya.

Dia mengaku belum melihat kebijakan efisiensi memberikan dampak bagi perekonomian, terutama untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. 

“Sebagaimana yang kita katahui, kebijakan efisiensi yang dilakukan oleh Pemerintah tidak difokuskan untuk memperbaiki kualitas pembiayaan dan sektor-sektor pendorong pertumbuhan tetapi sebagian besar untuk MBG dan Danantara, tetapi jika di tahun 2026 nanti Pemerintah konsisten melakukan kebijakan efisiensi anggaran tidak prioritas dan kemudian diikuti dengan peningkatan kualitas penggunaan anggaran untuk sektor-sektor yang mendorong pertumbuhan, mungkin kita berharap hasilnya akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Anis menganggap sulit untuk bisa tumbuh lebih tinggi, jika tidak ada terobosan dan inovasi yang dikembangkan. Mengingat kondisi perekonomian global saat ini yang masih tidak menentu, ditambah kondisi geopolitik yang sewaktu-waktu bisa pecah peperangan, ditambah kondisi ekonomi nasional yang sangat tergantung kepada harga komoditas, penerimaan pajak melambat dan pertumbuhan industri juga tidak menunjukkan pergerakan yang signifikan. 

“Penyumbang pertumbuhan praktis sebagian besar di support oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,94% sepanjang tahun. Sektor konsumsi ini berkontribusi 54% terhadap PDB Indonesia, menjadikannya pendorong utama pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Legislator Perempuan ini memberikan beberapa saran kepada lembaga eksekutif untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, dengan memperbesar porsi investasi dan ekspor. 

“Kuncinya kan ada pada iklim investasi, aturan main yang tidak tumpang tindih, tidak ada pungli, intinya ada kepastian bagi investor dan pengusaha untuk menanamkan modalnya dan berusaha, perlu ada kerja keras dan kebijakan yang tapat untuk mengatasi persoalan ekonomi kita saat ini. Kita tentu memberikan kesempatan pada Pemerintah untuk bekerja dan membuktikan kebijakannya tepat untuk mengatasi semua persoalan yang ada,” ujarnya.

“Kebijakannya harus tepat baik secara fiskal maupun moneter, kurang lebih 7 bulan usia Pemerintahan seharusnya sudah memiliki konsep dan kerangka yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada, mana yang menjadi skala prioritas dan mana yang masih bisa ditunda,” sebut Anggota DPR RI asal Jakarta ini.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026 dihadapkan pada perubahan yang dahsyat dan fundamental yang drastis dan dramatis dari lanskap tatanan dan tata kelola dunia. Hal ini disampaikan pada Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas KEM-PPKF Tahun 2026 di Jakarta pada Selasa (20/5).

“Globalisasi dan semangat kerja sama antarnegara telah berubah menjadi fragmentasi dan persaingan sengit antarnegara di semua segi. Proteksionisme dan orientasi inward looking serta prinsip my country first telah mengancam dan menghancurkan kerja sama bilateral dan multilateral yang merupakan tatanan global sejak pasca Perang Dunia kedua, yang dibangun dan didominasi oleh negara-negara Barat dalam hal ini Amerika Serikat,” ungkap Menkeu.

Menurut Menkeu, situasi ini menciptakan gangguan rantai pasok global sehingga meningkatkan eskalasi risiko dan biaya transaksi global. Selain itu, volatilitas dan ketidakpastian global telah melemahkan kegiatan ekspor impor serta mendorong aliran modal keluar yang dapat mengancam stabilitas nilai tukar, meningkatkan tekanan inflasi, dan menyebabkan suku bunga global tetap tinggi.

Dari perspektif forward looking, seluruh dunia mengalami revisi ke bawah untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 dan 2026. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 hanya mencapai level 2,8% atau 0,5 percentage point lebih rendah dari proyeksi sebelum terjadinya perang tarif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami revisi kebawah sebesar 0,4%, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan menjadi 4,7% untuk tahun 2025 dan 2026.

“Pemerintah dengan berbagai instrumen, berusaha memitigasi risiko dengan melakukan reformasi penyederhanaan regulasi, serta mendorong investasi agar perekonomian Indonesia tetap dapat tumbuh mendekati 5%. Perbaikan fundamental di sisi iklim investasi dan produksi, serta perdagangan melalui upaya negosiasi dan deregulasi terus diupayakan. Demikian pula penggunaan instrumen fiskal atau APBN untuk insentif maupun untuk meredam gejolak, melindungi dunia usaha dan masyarakat akan terus dilakukan,” jelas Menkeu.

Dengan gejolak global tersebut, Menkeu mengatakan kebijakan fiskal 2026 diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi dalam rangka menuju Indonesia tangguh, mandiri, dan sejahtera.Kebijakan fiskal 2026 digunakan secara efektif dan selektif untuk meredam berbagai gejolak serta guncangan, namun dengan tetap terus mendukung agenda pembangunan jangka menengah.

Pemerintah juga memberikan insentif fiskal secara terarah, selektif, dan terukur bagi sektor strategis yang mendukung akselerasi transformasi ekonomi untuk pendapatan negara akan mencapai kisaran 11,71% hingga 12,22% dari PDB. Penguatan kualitas belanja dilakukan dengan melanjutkan efisiensi belanja operasional dan rekonstruksi belanja agar lebih produktif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat dengan belanja negara di kisaran 14,19% hingga 14,75% PDB. Di sisi lain, defisit fiskal dijaga pada kisaran 2,48% sampai dengan 2,53% PDB.

Menkeu menyampaikan asumsi dasar ekonomi makro dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2026 diasumsikan pada kisaran 5,2% hingga 5,8%, suku bunga SBN Tenor 10 Tahun berada pada kisaran 6,6% – 7,2%, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS di rentang Rp16.500 hingga Rp16.900, inflasi dikendalikan di kisaran 1,5% – 3,5%, harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar USD60 – USD80 per barel, lifting minyak bumi 600 ribu – 605 ribu barel per hari dan lifting gas 953 – 1.017 ribu barel setara minyak per hari.

Sementara itu di tahun 2026, angka kemiskinan ditargetkan turun ke rentang 6,5% – 7,5%, tingkat pengangguran terbuka pada rentang 4,44% – 4,96% dibandingkan target 2025 di 4,5% – 5,0%, rasio gini ditargetkan dalam rentang 0,377 – 0,380 dibandingkan target 2025 di kisaran 0,379 – 0,382, dan Indeks Modal Manusia (IMM) juga ditargetkan membaik ke 0,57 dari target 2025 sebesar 0,56.[Nug] 


Tinggalkan Komentar