telusur.co.id - Simpul Aktivis Angkatan 98 (SIAGA 98) menganggap, pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang mencurigai ada agenda politik besar di balik isu ijazah palsu dan pemakzulan yang bertujuan menurunkan reputasi politiknya, sangat tidak berdasar. Pernyataan Jokowi tersebut justru memperumit masalah dugaan ijazah palsu yang sebenarnya sederhana.
"Jokowi telah melemparkan isu yang tidak berdasar soal agenda politik, kami mencurigai Jokowi saat ini dalam kondisi psikologis yang labil. Sebab telah menempuh upaya yang tidak tepat dan cenderung memperumit hal yang sederhana dalam mengatasi persoalan isu ijazah palsu, "kata Koordinator SIAGA 98 Hasanuddin kepada wartawan, Rabu (16/7/2025).
Hasanuddin menilai, kerumitan ini, karena pilihan pembuktian melalui proses hukum. Konsekuensinya, baru dalam sejarahnya di era reformasi, mantan presiden terlibat persoalan hukum, meskipun dalam kapasitas pelapor.
Menurut dia, jika saja Jokowi dapat memperlihatkan ijazah aslinya kepada para pihak yang mempertanyakannya, tentu saja polemik ini akan berakhir. Dimana, Polri dapat memfasilitasi/mengundang para pihak terkait (UGM) dan para penggugat (Roy Suryo Cs) dan melibatkan saksi atau pihak independen, maka pertemuan ini dapat mempercepat penyelesaian.
"Bukan sebaliknya, proses hukum pembuktian, yang dimulai dari penyelidikan. Dan tentu saja, mengakibatkan prosesnya menjadi panjang dan menimbulkan berbagai spekulasi," tuturnya.
Di sisi lain, Hasanudin juga mensinyalir, ada kesengajaan dari Jokowi merawat polemik ini untuk tujuan tertentu. Oleh karena, tegas Hasanudin, Jokowi lah semestinya yang patut di duga mempunyai agenda politik besar dibalik persoalan ini, bukan sebaliknya.
Untuk isu pemakzulan yang juga disoroti Jokowi, bagi Hasanuddin, persoalan itu tidaklah sederhana prosesnya. Anggap saja, isu tersebut sebagai sebuah kritik terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.
Jika peristiwa ini dilihat sebagai otokritik tentu akan bermanfaat baginya dan bangsa ini. Bukan dihadapi secara emosional dan kecurigaan.
"Dalam alam demokrasi, semua bentuk dan tudingan dapat saja terjadi. Kuncinya pada keterbukaan dari pejabat yang di kritik," kata dia.
Lebih lanjut, Hasanudin menyarankan Jokowi banyak belajar dari Megawati Soekarnoputri dan Soesilo Bambang Yudhoyono setelah berakhir masa jabatannya.
Keduanya memberikan kesempatan pada Presiden dan Wakil Presiden yang sedang berjalan, bukan membayang-bayangi dan membuat pertemuan dibalik pertemuan, yang berakibat menimbulkan banyak spekulasi.
Dia mengingatkan, pemerintahan saat ini perlu fokus menghadapi situasi internasional yang terus dinamis dan mengatasi berbagai persoalan di tanah air. Sehingga Indonesia Raya menjadi bermartabat dan terhormat.
"Ditengah Presiden yang sedang melaksanakan upaya diplomatik kenegaraan dan membangun kehidupan yang layak bagi warga negaranya. Jangan digaduhkan dengan merawat polemik Ijazah palsu. Kecuali Presiden RI ke-7 punya agenda politik lain," tukasnya.[Nug]