telusur.co.id - Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menyerukan langkah politik besar untuk menanggulangi darurat narkotika di Indonesia. Dalam sebuah diskusi publik, Hinca menegaskan pentingnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menetapkan narkoba sebagai bahaya laten bangsa, sejajar dengan ancaman ideologi masa lalu.
Menurut Hinca, wacana revisi Undang-Undang Narkotika sebenarnya sudah masuk dalam prioritas Komisi III sejak periode lalu, bahkan sempat dirancang bersamaan dengan UU Psikotropika. Namun, proses tersebut terhambat karena pemerintah menarik diri. “Bola ada di pemerintah. Kami siap lanjutkan, tapi komitmen dari eksekutif yang harus ditegaskan,” ujarnya dalam diskusi dialektika, di komplek Senayan Jakarta, , Selasa (15/7/2025).
Lebih jauh, Hinca menantang wartawan parlemen untuk menjadi penggerak utama dalam mendorong narasi nasional soal bahaya narkoba. “Kalau dulu MPR bisa menetapkan ancaman ideologi sebagai bahaya laten, kenapa sekarang tidak berani menyatakan bahwa narkoba adalah bahaya laten terbesar terhadap masa depan bangsa?” tegasnya.
Ia mengibaratkan perang melawan narkotika setara dengan melawan terorisme. Bahkan, ia menyebut narkotika sebagai “teroris terbesar dan terjahat di dunia” karena telah merusak generasi muda dan mengancam struktur sosial secara sistematis.
Dalam diskusi itu, Hinca juga mengkritik keras penegakan hukum yang menurutnya tidak membedakan secara adil antara bandar dan pengguna. Ia menilai banyak korban penyalahgunaan yang seharusnya direhabilitasi justru dipenjara, menambah beban APBN dan overkapasitas lapas.
“Pengguna adalah korban. Kalau sakit, seharusnya diobati, bukan dipenjara. Ini pelanggaran hak asasi manusia yang nyata. Sudah saatnya negara menyadari kesalahannya dan melakukan koreksi besar-besaran,” tegasnya.
Hinca pun menggagas dua langkah konkret:
1. Mendesak Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraan 17 Agustus mendatang untuk menyatakan narkoba sebagai bahaya laten nasional.
2. Mendorong MPR menetapkan ketetapan resmi untuk menjadikan narkoba sebagai ancaman permanen terhadap kelangsungan bangsa.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar perlawanan terhadap narkotika dijalankan secara menyeluruh dan berbasis intelijen, dengan fokus pada pemetaan jaringan dan bandar, bukan sekadar pengguna kecil.
“Kita perlu keberanian politik. Jangan lagi kita hanya curhat dan menyalahkan sana-sini. Kalau kita gagal menegaskan bahaya narkoba hari ini, kita gagal menyelamatkan masa depan Indonesia,” pungkasnya.