Terjebak Konspirasi Ciptaannya Sendiri, Trump Hadapi Pemberontakan dari Basis Pendukung Paling Setia - Telusur

Terjebak Konspirasi Ciptaannya Sendiri, Trump Hadapi Pemberontakan dari Basis Pendukung Paling Setia

Presiden Donald Trump

telusur.co.id - Setelah bertahun-tahun menyulut dan memanfaatkan teori konspirasi demi kepentingan politik, Presiden Donald J. Trump kini mendapati dirinya terperangkap dalam jaringan teori paling rumit yang pernah ia biarkan tumbuh: kasus Jeffrey Epstein.

Sudah lebih dari seminggu, basis pendukung setianya—yang selama ini mempercayainya sepenuh hati—bergejolak dengan kemarahan dan kekecewaan. Sumbernya bukan kebijakan ekonomi, bukan juga imigrasi. Melainkan: kebisuannya atas misteri kematian Jeffrey Epstein, pemodal ternama yang menjadi simbol dari semua teori konspirasi seputar elite global, penyalahgunaan kekuasaan, dan perdagangan seks anak.

Trump telah berusaha meredam kegaduhan itu. Ia menyerukan kepada para pengikutnya untuk "melupakan" Epstein dan mempercayai kesimpulan dari Departemen Kehakiman yang menyatakan tidak ada kecurangan yang ditemukan. Namun yang terjadi justru sebaliknya: pemberontakan internal.

Kemarahan yang Tak Bisa Dikendalikan

Para penganut teori yang selama ini disuapi narasi “deep state” dan jaringan elite predator kini merasa dikhianati. Ketika Trump, satu-satunya tokoh yang mereka percaya bisa mengungkap kebenaran, justru menutup bab Epstein, mereka bereaksi dengan amarah—dan keraguan. “Orang-orang benar-benar kesal dengan penolakan mentah-mentah ini,” kata Natalie Winters, jurnalis "War Room" dan anak didik Steve Bannon. “Saya belum pernah melihat keraguan yang bertahan selama ini.”

Reaksi keras bahkan datang dari para loyalis lama, seperti Michael Flynn, mantan penasihat keamanan nasional, yang menulis, “Ini tidak akan hilang.” Di platform X, Roseanne Barr, salah satu pendukung paling awal Trump, menulis tajam: “Kami masih peduli dengan Epstein. Kapan tepatnya kita diminta untuk berhenti peduli pada perdagangan seks anak?”

Trump Kehilangan Cengkeraman atas Basis Konspirasinya?

Selama bertahun-tahun, Trump membentuk gerakan politik dengan fondasi konspirasi: dari isu tempat lahir Barack Obama, pemilu curang, hingga keberadaan negara dalam negara. Ia membangun identitas sebagai pembongkar kebenaran yang tak bisa diungkap media dan elite.

Namun kini, banyak pendukungnya merasa apa yang selama ini dijanjikan tidak pernah ditepati. “Anda menghabiskan karier membangun narasi tentang kekuatan gelap yang mengendalikan negara, dan ketika Anda memiliki kekuasaan, Anda tidak melakukan apa-apa. Maka Anda pembohong, tidak efektif, atau telah dikompromikan,” kata Winters, merangkum perasaan gerakan yang mulai retak.

Bahkan Mike Cernovich, influencer konservatif pro-Trump, menyebut respons Trump atas Epstein sebagai titik nadir. “Tidak ada yang mempercayainya. Tidak ada yang mengabaikannya.”

Strategi Lama Tak Lagi Ampuh

Dalam unggahan Sabtu lalu, Trump mencoba melempar tanggung jawab pada Barack Obama, Hillary Clinton, dan Joe Biden terkait kematian Epstein. Namun untuk pertama kalinya, trik klasiknya gagal. Basisnya, yang dulu selalu terpikat oleh narasi semacam itu, kini tidak percaya.

Di dalam lingkaran dalam Trump, ketegangan mulai terasa. Salah satu staf mengakui bahwa presiden belum memahami betapa dalam dan luasnya kemarahan ini. Meskipun aktif di media sosial, Trump—yang kini berusia 79 tahun—masih sangat bergantung pada TV kabel dan media cetak sebagai sumber informasinya, dan mungkin melewatkan gelombang ketidakpuasan yang membanjiri dunia maya.

Simbolik QAnon, Realita Politik

Ketika Trump kembali ke lokasi upaya pembunuhan terhadap dirinya tahun lalu, kerumunan menyambutnya dengan yel-yel khas gerakan QAnon: “Where we go one, we go all.” Sebuah keyakinan bahwa Trump ditakdirkan untuk menggulingkan jaringan elite pedofil yang mengendalikan dunia. Dalam pandangan banyak pendukungnya, Trump adalah juru selamat yang dipilih Tuhan.

Namun kini, di mata mereka, juru selamat itu diam di saat yang paling penting.

Dan bagi sebagian orang, keheningan itu lebih menyakitkan daripada kebohongan. “Aneh. Saya benar-benar tidak tahu,” ujar Natalie Winters ketika ditanya kenapa menurutnya Trump tiba-tiba bungkam tentang Epstein. “Ini bukan Trump yang kami kenal.”.


Tinggalkan Komentar