telusur.co.id - Pertemuan larut malam antara Menteri BUMN Erick Thohir dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin dinilai berpotensi 'membonsai' kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga.
Penilaian itu disampaikan oleh Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi. Menurutnya, secara hukum tidak tertutup kemungkinan Erick Thohir dijadikan saksi dalam kasus tersebut.
"Proses penyidikan saat ini masih berjalan. Dengan adanya pertemuan tersebut dikhawatirkan akan memengaruhi netralitas, objektivitas dan keberanian dari Penyidik hingga berujung pada lokalisir kasus yang sejatinya masih dapat mengejar intelektual dader," kata R Haidar Alwi dalam keterangannya, Selasa (4/3/2025).
Sebab, selain sebagai Menteri BUMN, Erick Tohir juga merupakan pengusaha dan punya keluarga besar pengusaha serta kolega-kolega bisnis yang bukan tidak mungkin memiliki keterkaitan.
"Apalagi ditemukan hubungan kerjasama antara Pertamina Patra Niaga dengan Adaro yang dimiliki dan dipimpin oleh Garibaldi Thohir alias Boy Thohir, kakak kandung Menteri BUMN Erick Thohir" ungkap R Haidar Alwi.
Ia menjelaskan bahwa kerjasama tersebut awalnya terjadi antara Adaro dengan Pertamina pada tahun 2015 dan berlaku selama 7 tahun. Perwakilan dari pihak Adaro adalah Boy Thohir langsung dan dari pihak Pertamina diwakili oleh Direktur Pemasaran kala itu AB.
Kerjasama ini meliputi dua hal. Pertama, Adaro membeli BBM dari Pertamina sekira 400 ribu sampai 500 ribu KL per tahun. Kedua, Pertamina menyewa terminal BBM milik Adaro di Mekar Putih, Kalimantan Selatan yang terdiri dari tangki penyimpanan berkapasitas 60 ribu MT dan 2 fasilitas jetty dengan total kapasitas sebesar 1,4 juta KL per tahun.
"Barulah sejak 16 September 2021 seluruh kewajiban, hak dan tanggung jawab Pertamina dalam kerjasama dengan Adaro dialihkan kepada Pertamina Patra Niaga," jelas R Haidar Alwi.
Pada 31 Januari 2023, Adaro melalui anak perusahaannya Indonesia Bulk Terminal mengadakan perjanjian baru dengan Pertamina Patra Niaga yang berlaku sampai 30 September 2029. Dimana Pertamina Patra Niaga setuju untuk menyewa fasilitas bahan bakar dan Indonesia Bulk Terminal melaksanakan operasional maupun pemeliharaan di dalam terminal untuk kepentingan penyediaan BBM bagi Adaro dan pihak ke-tiga.
"Dan jangan lupa bahwa kasus Pertamina Patra Niaga juga berkaitan dengan terminal BBM seperti Terminal Tanjung Gerem yang digeledah oleh Kejagung. Bahkan salah satu Tersangkanya yaitu Gading Ramadhan Joedo adalah Direktur perusahaan penyimpanan BBM yakni PT Orbit Terminal Merak," papar R Haidar Alwi.
Karenanya, wajar bila kemudian publik menduga-duga ada muatan kepentingan pribadi dan atau golongan di balik pertemuan larut malam antara Menteri BUMN Erick Thohir dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Hadir menilai, perlu keberanian dan keseriusan Kejaksaan Agung untuk mendalami potensi adanya dugaan korupsi perdagangan pengaruh (trading in influence). Dengan menggali latar belakang masing-masing tersangka.
"Bongkar juga siapa yang merekomendasi dan/atau menitipkan para Tersangka di Pertamina Patra Niaga," ujar R Haidar Alwi.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin, pada Jumat malam, 28 Februari 2025 lalu, sekitar pukul 23.00 WIB.
Erick menegaskan Kementerian BUMN menghormati proses pendalaman hukum yang dilakukan Kejagung. Erick juga menyatakan akan meninjau total Pertamina buntut kasus tersebut.
"Tentu dengan kasus yang sedang didalami kejaksaan, kemarin saya meeting sama Pak Jaksa Agung sebelum ke Magelang, jam 11 malam itu. Silakan Pak Jaksa Agung ditanya. Saya rapat jam 11 malam. Bagaimana tentu kita apresiasi yang dilakukan Kejaksaan, kita hormati," kata Erick di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Sabtu (1/3/25).
Menurut Jubir Kementerian BUMN Putri Violla, pertemuan Menteri Erick Thohir dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), merupakan bukti pemerintah yang mendukung Korps Adyaksa untuk mengusut kasus dugaan korupsi di tubuh perusahaan pelat merah tersebut.
"Itu merupakan pertemuan yang memang salah satu bukti kami dari Kementerian BUMN ini untuk bisa mendukung bagaimana upaya hukum ini terus dilakukan. Karena, kami ini semangatnya dari dulu bersih-bersih," kata Putri kepada awak media, Selasa (4/3/25).
Putri menjelaskan, pertemuan tersebut bukan pertama kali dilakukan untuk mendukung Kejagung dalam mengusut korupsi di tubuh BUMN.
Erick Thohir, lanjut dia, juga ingin Kejagung melakukan peninjauan ulang total buntut kasus yang menyebabkan sejumlah petinggi subholing Pertamina tersebut.
"Pak Erik mengatakan bahwa ingin direview, ingin kemudian dilihat lagi bagaimana Pertamina ini. Jadi dengan semangat bersih-bersih," kata Putri. "Untuk (rencana pertemuan) berikutnya masih belum ada. Tapi Bapak akan terus berbicara dengan stakeholder-stakeholder terkait. Pengennya pokoknya Pertamina dibenahi, " tukasnya.
Sebagai informasi, pada Senin (24/2/25), Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023, yang disinyalir merugikan negara senilai Rp193,7 triliun.
Mereka yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Tersangka lainnya, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Pada Jumat (28/2/25), Kejagung menggeledah sejumlah tempat terkait kasus ini. Dimana, Kejagung menyita 10 kontainer berisi dokumen dari Terminal BBM milik PT Pertamina Patra Niaga di Tanjung Gerem, Cilegon, Banten.
Penggeledahan dilakukan untuk menguatkan alat bukti yang sudah ditemukan penyidik. Dari hasil penggeledahan di lokasi tersebut, Kejagung menyita dokumen fisik dan elektronik.
"10 kontainer dan tiga dus semuanya berisi dokumen serta report, termasuk penjelasan kontrak. Dan yang tak kalah penting, penyidik melakukan penyitaan barang bukti elektronik berupa handphone dan flashdisk," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar.[Nug]