telusur.co.id - Ketegangan di Timur Tengah kembali memanas. Rezim Israel meningkatkan agresinya dengan menyerang infrastruktur vital di Yaman pada Minggu malam, termasuk pelabuhan-pelabuhan utama dan pembangkit listrik di wilayah pesisir Laut Merah. Aksi ini memicu respons keras dari kelompok perlawanan Yaman, yang menembakkan serangkaian rudal ke wilayah pendudukan Palestina sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Gaza.
Menurut laporan media Yaman dan stasiun TV Al Masirah, serangan udara Israel menghantam tiga pelabuhan penting: Hudaydah, Ras-Isa, dan as-Salif, serta pembangkit listrik Ras Kathib. Lokasi-lokasi tersebut adalah titik strategis dalam jalur pengiriman Yaman dan merupakan bagian dari infrastruktur sipil, bukan instalasi militer.
Serangan ini dilakukan hanya beberapa jam setelah militer Israel mengklaim telah menggagalkan serangan rudal yang diduga diluncurkan dari Yaman. Belum ada bukti independen yang mengonfirmasi klaim tersebut.
Tak tinggal diam, kelompok perlawanan Yaman merespons dengan serangan balasan pada Senin pagi. Rudal dilaporkan mengarah ke Al-Quds (Yerusalem), Al-Khalil (Hebron), dan wilayah sekitar Laut Mati. Sirene peringatan dibunyikan, namun otoritas Israel mengklaim tidak ada korban atau kerusakan berarti yang ditimbulkan.
Dalam pernyataannya, milisi Yaman menyebut serangan rudal tersebut sebagai “respon sah terhadap kejahatan perang Israel terhadap Gaza”, menegaskan bahwa solidaritas mereka terhadap Palestina bukan sekadar simbolik.
Gerakan perlawanan Yaman telah menjadi bagian dari front yang lebih luas melawan agresi Israel sejak 2023. Mereka mengklaim telah meluncurkan ratusan rudal ke wilayah pendudukan dan menargetkan lebih dari 100 kapal di Laut Merah dalam upaya mengganggu jalur logistik yang berkaitan dengan Israel.
Operasi sempat dihentikan selama gencatan senjata pada Januari lalu antara Hamas dan Tel Aviv. Namun, ketika gencatan itu dilanggar oleh Israel dan diikuti oleh serangan udara AS yang menewaskan hampir 300 warga sipil di Yaman, kelompok perlawanan kembali mengangkat senjata.
Juru bicara militer Yaman, Ameen Hayyan, mengungkapkan bahwa pertahanan udara mereka berhasil memaksa jet-jet tempur Israel mundur dalam kekacauan. Ia menambahkan bahwa rudal-rudal permukaan-ke-udara buatan lokal telah mengganggu operasi udara Israel secara signifikan.
Di waktu yang hampir bersamaan, Israel juga melakukan serangan udara di Lebanon selatan, dengan mengklaim bahwa mereka menargetkan posisi milik Hizbullah di wilayah Bekaa. Namun, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Hizbullah telah melanggar kesepakatan gencatan senjata November lalu.
Sejumlah analis internasional dan media Timur Tengah menyebut gelombang serangan yang dilakukan Israel sejak tahun lalu—termasuk ke Gaza, Tepi Barat, Suriah, Iran, hingga Yaman—sebagai bentuk “kecanduan terhadap konflik bersenjata”. Mereka menilai bahwa Israel, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, telah menunjukkan watak agresif dan destabilistik yang memperburuk krisis kemanusiaan di kawasan.
Yaman menegaskan bahwa jika serangan terhadap tanah mereka kembali dilakukan, respon rudal yang lebih kuat akan kembali diluncurkan ke wilayah pendudukan.
Sumber: TNA