Kajati Aceh Kunker dan Silaturahmi  ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Ini yang Bahas - Telusur

Kajati Aceh Kunker dan Silaturahmi  ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Ini yang Bahas

Kunjungan Kerja Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Bambang Bachtiar, ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Kamis (12/5/22). (Ist).

telusur.co.id - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Bambang Bachtiar, melakukan kunjungan kerja (Kunker) dan silaturahmi ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Kamis (12/5/22). Kedatangan Kajati Aceh beserta rombongan tiba di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh disambut oleh Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq selaku  Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri.

"Dalam pertemuan tersebut Kajati Aceh Bambang Bachtiar memperkenalkan diri selaku Pejabat yang baru melaksanakan tugas di Aceh dan menjelaskan maksud kedatangan berkunjung ke Wali Nanggroe Aceh untuk bersilaturahmi dan memperkenalkan rombongan dari Kejaksaan Tinggi Aceh yang ikut serta dalam kunjungan tersebut," kata Plt. Kasi Penkum Kajati Aceh, Ali Rasab Lubis dalam keterangannya, Jumat (13/5/22).

Rombongan yang ikut bersama kunjungan tersebut antara lain Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Djamaluddin, Asisiten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Rahmat Azhar, Asisten Bidang Intelijen Mohamad Rohmadi, Asisten Bidang Pembinaan M.Rizal Sumadiputra, dan Kepala Bagian Tata Usaha Rachmadi.

Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq selaku Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri menyambut baik kedatangan Kajati Aceh beserta rombongan dan menjelaskan kondisi Aceh sekarang ini setelah menjalani 17 tahun dilakukan perdamaian Indonesia dan GAM.  

Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Raviq menjelaskan kondisi saat ini Aceh belum sesuai dengan yang diharapkan dan dicita-citakan baik secara ekonomi maupun secara kemajuan perkembangannya. Saat ini ekonomi Aceh masih sangat bergantung dengan daerah lain khususnya daerah tetangga, yakni Medan atau Sumatera Utara. 

Dikatakannya, banyak kebutuhan masyarakat Aceh diproduksi di Medan dan dijual di Aceh dan Aceh dijadikan sebagai tempat pemasaran, demikian pula dengan hasil pertanian dari Aceh seperti padi secara ekonomi harganya diatur dan ditentukan dari daerah lain. Sebab sebelum petani memanen hasil pertaniannya, telah terlebih dahulu dijual kepada orang lain yang berasal dari luar daerah Aceh, sehingga pada saat panen petani aceh tidak menikmati hasilnya dan tidak bisa ikut menentukan harga lantaran harganya sudah ditentukan oleh pihak lain yang sudah terlebih dahulu membeli hasil pertaniannya. 

"Secara umum disebutkan Aceh yang memiliki kekayaan dari hasil pertanian dan perikanan belum bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri," ungkapnya.
 
Di dalam kegiatan Pemerintahan dalam hal pembangunan juga banyak ditemukan hal yang janggal dimana dana Otsus yang diperuntukkan untuk peningkatan kesejahteraan dan pembangunan di Aceh tidak dapat dipergunakan dan dimanfaatkan secara baik agar berguna bagi masyrakat Aceh, sehingga dana tersebut dikembalikan lagi ke Pusat. 

"Padahal masyarakat Aceh sangat membutuhkan dana tersebut untuk pembangunan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat," terangnya.

Selanjutnya pertemuan tersebut juga membicarakan mengenai penegakan hukum di Aceh dimana Kepala Keajati Aceh memberikan pernyataan bahwa Kejaksaan Tinggi Aceh saat ini menerapkan prinsip bukan untuk mencari perkara yang sebanyak-banyaknya dengan memenjarakan orang sebanyak-banyaknya, tetapi bagaimana supaya memastikan bahwa di Aceh tidak terjadi permasalahan-permasalahan hukum. Dan apabila permasalahan itu timbul tidak semuanya perkara akan diputus melalui jalur persidangan. 

"Terhadap perkara-perkara yang sederhana dapat dilakukan melalui Restorative Justice setelah dilakukan perdamaian di Gampong. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Pokok pemerintahan Aceh, dimana di dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat telah di atur bilamana terjadi permasalahan hukum di tingkat Gampong, Keuchik bersama dengan Tuha peut dapat menyelesaikan dan memutus perkara di tingkat Gampong tanpa harus melalui proses persidangan sehingga antara ketentuan yang diberlakukan di dalam Restorative Justice Oleh Kejaksaan seiring dan sejalan dengan ketentuan di dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat," urainya. 

Dalam pertemuan tersebut juga Kejaksaan secara terbuka akan memberikan bantuan pelayanan Hukum kepada masyarakat bilamana dibutuhkan dan dapat dilaksanakan di rumah Restorative Justice yang telah dibuat di Gampong Se Aceh, dan apabila Keuchik menemukan kesulitan atau kendala dalam menyelesaikan masalah di Gampong, dapat meminta bantuan pelayanan Hukum kepada Kejaksaan serta ada wacana dilakukan kerja sama antara Wali Nanggroe dengan kejaksaan Tinggi Aceh dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun). [Tp]
 
 


Tinggalkan Komentar