telusur.co.id - Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo mengatakan selain sanksi tegas administratif, juga meminta aparat hukum untuk memberikan sanksi pidana berat kepada pengemudi dan pemiliki bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Ciater, Sabtu lalu.
Kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu lalu yang menewaskan 11 orang.
Dikatakan Sigit, sesuai dengan UU LLAJ, sopir bisa dikenakan pidana maksimal enam tahun penjara dan untuk kendaraan yang tidak memenuhi syarat laik jalan serta tidak memiliki ijin masing-masing dipindana kurungan selama 2 tahun.
“Banyak sekali pelanggaran yang dilakukan Bus Trans Putera Fajar ini, mulai dari tidak laik jalan bahkan tidak memiliki izin operasi. Sudah selayaknya sanksi pidana dengan hukuman maksimal diberikan supaya memberikan efek jera,” kata Sigit.
Sesuai Pasal 286 UU LLAJ, kendaraan yang tidak memenuhi laik jalan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah). Lalu, dalam pasal 308 dijelaskan bahwa kendaraan yang tidak Punya Izin Angkutan Penumpang Dalam/Luar Trayek dapat dipidan kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah).
Dan untuk sopir yang menyebabkan kecelakaandan mengakibatkan orang lain meninggal, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (Dua belas juta rupiah).
Tak hanya itu, Sigit juga meminta PO bus Trans Putra Fajar memberikan ganti rugi kepada para korban sesuai aturan. Berdasarkan pasal Pasal 192 UU LLAJ, Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggaldunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.
Dalam kesempatan itu, Sigit juga meminta Kemenhub lebih ketat mengawasi kelaikan bus-bus yang beroperasi untuk menghindari kecelakaan fatal yang berujung pada korban jiwa. Banyaknya kejadian menunjukkan pemerintah dan aparat lemah dalam mengawasi angkutan umum serta tidak tegas terhadap pelaku pelanggaran.
"Semestinya, yang menyangkut kepentingan masyarakat langsung, pemerintah harus bisa memberikan pengawasan yang ketat dan memberikan sanksi yang sangat tegas jika jelas-jelas melanggar. Jangan sampai nyawa masyarakat jadi taruhannya,” kata Sigit. [ham]