Meski Bukan Penyelenggara Negara, KPK-Kejagung Didorong Terus Periksa Korupsi Direksi BUMN - Telusur

Meski Bukan Penyelenggara Negara, KPK-Kejagung Didorong Terus Periksa Korupsi Direksi BUMN


telusur.co.id -  Aparat penegak hukum terancam tidak lagi memiliki wewenang untuk menangkap Komisaris hingga Direksi BUMN yang tersandung korupsi usai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN berlaku. Kekhawatiran melemahnya penegakan hukum ke BUMN, karena UU 1/2025 tersebut, menyatakan petinggi BUMN bukan lagi merupakan penyelenggara negara. 

Terkait hal itu, Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 (SIAGA 98) Hasanuddin menilai, pemberantasan korupsi di tubuh BUMN tidak akan terkendala dengan status direksi dan komisaris yang bukan lagi bagian dari Penyelenggara Negara berdasarkan UU BUMN baru. Sebab, BUMN adalah korporasi yang modalnya sebagian besar atau seluruhnya milik negara.

"Sehingga KPK, Kejagung dan Polri tetap bisa mengusut BUMN sepanjang ada kerugian keuangan negara yang ditimbulkan oleh praktek curang komisaris dan direksi atau pegawai BUMN dalam menjalankan usahanya," kata Hasanuddin kepada wartawan, Selasa (6/5/2025). 

Hasanuddin menegaskan, satus komisaris dan direksi BUMN yang bukan lagi penyelenggara negara, tidak mengubah korporasi itu dalam status milik negara. 

"Artinya, negara tetap hadir, baik dalam usahanya maupun pengawasan BUMN sebagai korporasi yang membantu negara untuk mensejahterakan rakyat," ungkapnya. 

SIAGA 98 menilai, ada upaya "framing" yang dilakukan pihak-pihak tertentu agar penegak hukum terdelegimasi pada saat mengusut korupsi ditubuh BUMN. Hal ini terendus dengan menafsirkan secara reduksionis pasal dalam UU BUMN baru, terkait Komisaris dan Direksi bukan lagi penyelenggara negara. 

"SIAGA 98 meminta KPK, Kejagung dan Polri terus mendalami dugaan korupsi ditubuh BUMN. Sebab, BUMN yang sehat akan banyak membantu negara tidak hanya pendapatan negara melainkan juga lapangan kerja, dan lain sebagainya," tukas Hasanuddin.

Sebagai informasi, dalam Undang-Undang BUMN yang ditetapkan 24 Februari 2025, disebutkan dalam Pasal 3X ayat 1 bahwa Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.

Lalu, pada Pasal 9G, disebutkan bahwa Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Dalam penjelasan Pasal 9G disebutkan bahwa Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.

Adapun KPK tengah mengkaji dampak UU BUMN. Karena berdasarkan Pasal 9G UU tersebut, anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan lagi penyelenggara negara.

"Untuk melihat bagaimana kaitannya undang-undang tersebut dengan dengan tugas, fungsi dan kewenangan KPK," ucap anggota tim juru bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (5/5/2025). 

KPK mengaku tunduk pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 11 ayat 1: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Yang dimaksud penyelenggara negara dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, ada pada Pasal 1 ayat 2: penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Budi, dalam kajian nanti KPK juga akan memperhatikan peraturan lain seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hingga UU yang membahas tentang Keuangan Negara. "Termasuk Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," katanya. 

Sedangkan Kejaksaan Agung mengatakan tetap bisa menyidik direksi atau komisaris BUMN bila ada dugaan melakukan korupsi meski disebutkan sudah bukan bagian dari penyelenggara negara. 

"Selagi ada fraud dan indikasi aliran dana negara, bisa. Itu dasarnya," kata Kapuspen Kejagung Harli Siregar. 

Fraud yang dimaksud Harli adalah persekongkolan atau pemufakatan jahat. Misal, dalam penyertaan modal negara atau PMN, kemudian ditemukan ada penyelewenangan maka direksi maupun komisaris BUMN tetap bisa diusut.[Nug] 

 


Tinggalkan Komentar