Penguatan DPD untuk Sempurnakan Sistem Kenegaraan - Telusur

Penguatan DPD untuk Sempurnakan Sistem Kenegaraan

Diskusi Obrolan Senator (Obras) bertajuk "Amandemen dan Bikameral: Upaya Penataan untuk Mewujudkan Demokrasi Modern Berdasarkan Konstitusi Kenegaraan", di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/10/21). (Foto: telusur.co.id/Bambang Tri).

telusur.co.id - Sejak reformasi tahun 1998, konstitusi negara Indonesia atau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 sudah mengalami amandemen sebanyak empat kali. Kini, wacana amandemen kembali muncul. Jika kembali terjadi amandemen, ini merupakan amandemen yang kelima.

Begitu disampaikan Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin dalam diskusi Obrolan Senator (Obras) bertajuk "Amandemen dan Bikameral: Upaya Penataan untuk Mewujudkan Demokrasi Modern Berdasarkan Konstitusi Kenegaraan", di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/10/21).

"Bicara tentang konstitusi,  bicara tentang amandemen saya termasuk orang yang sering mengatakan bahwa, itu sebuah keniscayaan, bahwa konstitusi itu hidup, living constitution. Dia gak mungkin gak berubah, karena dia harus menyesuaikan dengan kemajuan zaman, menyesuaikan dengan peradaban yang makin hari makin maju, menyesuaikan dengan gerak langkah atau tuntutan dari masyarakat di negaranya itu sendiri," kata Sultan.

Jadi, kata Sultan, tidak mungkin konstitusi itu berhenti, semakin banyak tuntutan di negara tersebut, konstitusi harus menyesuaikan. Karena kalau tidak, pasti ada sumbatan.

"Bicara tentang negara kita, banyak lubang, banyak kelemahan-kelemahan di konstitusi kita yang memang harus disempurnakan ya, isunya banyak sekali," terang Sultan.

Menurut Sultan, selama ini kita terlalu asyik bicara tentang hal-hal yang di hilir,  yang sepele-spele, padahal masalah terbesar ada di hulu, yakni di konstitusi.

"Banyak isunya...kalau bicara tentang DPD jelas bahwa hadirnya DPD itu sebagai bagian dari representasi formal atau aspirasi masyarakat daerah. Kalau dulu kita kenal dengan ada utusan daerah, zaman dulu ada utusan golongan,  proses rekrutmennya dulu, ada yang ditunjuk dan diangkat," ungkap Sultan.

"Berbeda sekali dengan hari ini, kami-kami ini dipilih,  jadi kita dipilih bahkan keterpilihan atau keterwakilan kita, kalau bicara suara mungkin kami 10 kali lipat dibandingkan dengan teman-teman DPR hasilnya, kami ada jutaan suara, kalau DPR mungkin 50.000 suara sudah jadi," tambahnya.

Suktan menuturkan, bahwa keterpilihan anggota DPD,  keterwakilannya begitu kuat. Karenanya, legitimasinya pun juga kuat. Hanya saja, kata dia, mungkin pada saat DPD dimunculkan, situasinya belum memungkinkan untuk membahas secara detail.

"Sehingga hari ini kita bisa menyaksikan bahwa posisi DPD memang belum ideal. Lembaganya sama, sebagai lembaga tinggi negara setara dengan DPR/MPR dan yang lain, hanya saja sebagai lembaga perwakilan, DPD itu belum ideal seperti yang dulu dipikirkan, bahwa kehadiran DPD selain fungsi aspirasi, fungsi representasi, dia juga memiliki fungsi legislasi," jelas Sultan.

Namun yang terjadi sekarang, fungsi legislasi yang dimiliki DPD belum penuh. Karenanya, lanjut Sultan, kalau akan ada amandemen, maka DPD RI itu harus diberikan porsi yang proporsional.

"Jadi kalau temen temen DPR ada yang masih berfikir, oh ini hanya kepentingan DPD, DPD itu tidak personal,  kita sedang menerapkan sistem ketatanegaraan, menyempurnakan sistem ketatanegaraan," terangnya.

"Jadi kita tidak bicara tentang kepentingan sempit, tapi kepentingan kelembagaan, kepentingan negara," pungkasnya. [Iis]


Tinggalkan Komentar