telusur.co.id - Perbaikan 6000 MW PLTU PLN yang dikerjakan oleh kontraktor dari China mangkrak. Atas hal tersebut, Ahmad Daryoko, selaku Koordinator INVEST (Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure) menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Ketua DPR RI Puan Maharani.
Berikut Isi surat terbuka tersebut:
SURAT TERBUKA.
KEPADA YTH. KETUA DPR RI.
Hal : Perbaikan 6000 MW PLTU PLN mangkrak oleh Kontraktor China.
Dari : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST ( Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure ).
Bersama ini kami laporkan bahwa beberapa bulan yang lalu, ada perwakilan kontraktor BUMN China antara lain: Xinhua, China Guardian, dan Chinadatang yang didampingi Lawyer terkenal di Jakarta serta BUMN Sekuritas Indonesia menghadap saya untuk minta pertolongan agar perbaikan PLTU ex Fast Track Tahap I sebesar 6000 MW yg sedang mereka kerjakan tidak diganggu oleh Serikat Pekerja (SP) di lingkungan Indonesia Power dan PJB.
Mereka saat itu mengerjakan perbaikan PLTU PLN yang mangkrak tersebut dalam paket "Leased Back". Yang kemudian ditolak SP IP dan SP PJB.
Perlu disampaikan disini bahwa pada tahun 2006 PLN menerima instruksi dari Wapres Jusuf Kalla untuk membuat PLTU 10.000 MW dengan EPC (Engineering, Procurement, Construction ) System dengan Main Contractor semuanya dari China. Namun proyek yg rata2 selesai antara 2011-2012 tsb setelah dua tahun rata2 "mangkrak",dan hasil kajian kontraktor China , Lawyer dan BUMN Sekuritas diatas ( ada datanya ) menunjukkan bahwa "Available Factor" atau AF hanya 40% atau 60% (6000 MW) nya mangkrak .
Hasil temuan diatas kemudian dibawa Presiden Jokowi ke China saat kunjungan kenegaraan sekitar April 2015, untuk minta pertanggung jawaban China. Namun yg muncul adalah konsep "Leased Back" yang intinya China bersedia memperbaiki PLTU yg mangkrak tsb dengan catatan asalkan setelah selesai perbaikan , PLTU2 tersebut di operasikan oleh China selama 20 tahun sebagai IPP pada umumnya, atau PLN harus membeli stroomnya. Konsep seperti inilah yg ditolak oleh SP tadi dalam bentuk demonstrasi!
Karena apapun alasannya modus "Leased Back" memang tidak bisa diterima, maka rencana mereka untuk lanjutkan program itu saya tolak.
Namun dengan melihat bbrp perkembangan seperti :
a). Kalo membaca paparan Menteri BUMN yang merencanakan PLN kedepan hanya akan ditugasi urus Distribusi ( Majalah Tempo 14 Desember 2019 ) .
b).Laporan Statistik PLN 2018 beban puncak turun 5,47%, padahal pada 2020 akan ada IPP baru antara lain PLTU Jawa 7 di Banten 2000 MW dan PLTU Batang (milik Adaro , Boy Thohir Adaro) 2000 MW juga.
c). Artinya pada 2020 dengan masuknya PLTU2 pada point b) tsb dan pertumbuhan negatif kelistrikan, maka "mangkrak"-nya 6000 MW PLTU di atas akan tertutup.
d). Berita di Majalah Tempo 14 Desember 2019 bahwa JK (Jusuf Kalla) dan Luhut Panjaitan juga merintis IPP milik pribadi.
Sehingga sekali lagi PLTU PLN yang "mangkrak" tidak perlu diperbaiki juga tdk masalah !
Apalagi beberapa tahun terakhir ini ada indikasi Pembangkit2 PLN memang sengaja di "pensiun" kan dan digantikan perannya oleh pembangkit2 swasta ( IPP ).
KESIMPULAN :
Dengan adanya indikasi :
1). Demo dari SP IP dan SP PJB yg menyetop perbaikan pembangkit "mangkrak" dng konsep "Leased Back" beberapa waktu yang lalu.
2). Dengan adanya pengakuan para Kontraktor China diatas yg melapor ke saya bahwa saat perbaikan pembangkit "mangkrak" di demo SP di IP dan PJB, karena memakai konsep "Leased Back".
3). Kontraktor2 China itu ( perwakilan Xin Hua, China Guardian, Chinadatang ) bercerita ikut mendampingi Presiden Jokowi saat negosiasi bsm Presiden Xin Jie Ping terkait perbaikan pembangkit mangkrak 6000 MW tsb, yg mana akhirnya disepakati akan diselesaikan dng konsep "Leased Back"
Dari point 1) dan 2) dan 3) diatas dapat disimpulkan bahwa memang telah terjadi PLTU yang mangkrak sebesar 6000 MW di PLN tetapi selama ini di tutup tutupi oleh PLN , karena akan digantikan perannya oleh PLTU2 swasta seperti PLTU Jawa 7 2000 MW di Banten dan PLTU Batang 2000 MW ( milik Adaro, Boy Thohir kakak Men BUMN ).
TUNTUTAN :
Adanya Putusan MK tahun 2004 dan 2016 yg melarang "Unbundling", berarti melarang adanya praktek Pembangkit Listrik Swasta ( IPP ). Tetapi faktanya Pembangkit Swasta makin merajalela dan bahkan PLTU2 PLN yang mangkrak indikasinya tidak di perbaiki dan akan digantikan perannya dengan Pembangkit Listrik Swasta !
Ini semua merupakan Pelanggaran Konstitusi ! Dan untuk itu diminta kepada DPR RI agar MENYETOP IPP dan lakukan INTERPELASI KEPADA PEMERINTAH !
Adalah sangat disayangkan apabila DPR RI tdk peka dng masalah Pembangkit Swasta (IPP) ini. Atau bahkan ikut terlibat dlm bisnis "haram" ini atau malah menerima setoran uang subsidi PLN yg ratusan triliun yg hakekatnya hanya untuk menutupi Take Or Pay (TOP) 70% setrum yg harus dibeli PLN dari IPP2 tersebut.
Jangan sampai uang Negara ratusan triliun subsidi PLN/ Rakyat justru dinikmati kalian para pejabat , anggota DPR, dan pengusaha Listrik Swasta !!
TEMBUSAN :
1. MENEG BUMN.
2. DIREKSI &MANAJEMEN PLN.
3. DEKOM PLN.
4. SELURUH RAKYAT INDONESIA.
[Asp]
Laporan: Fahri Haidar