telusur.co.idWakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI), Maman Abdurrahman mengusulkan agar Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibubarkan. Dia juga mendorong agar Kementerian tersebut hanya dijadikan badan atau super holding yang posisinya di bawah kementerian teknis.


Nantinya, kata Maman, badan atau super holding itu hanya memiliki tugas dan fungsi koordinasi, konsolidasi, dan sinergitas antara perusahaan BUMN saja.

Namun, untuk fungsi kontrol, penentuan sumber daya manusia, supervisi, pelaporan, dan lainnya mesti dikembalikan kepada kementerian teknis masing-masing. Hal ini dilakukan agar program kementerian teknis dan perusahaan BUMN bisa selaras dan memiliki sistem kontrol satu pintu.

Merespon hal tersebut, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB di Komisi VI DPR RI, Nasim Khan menilai bahwa usulan tersebut masih sulit diwujudkan.

"Sulit menjawab pertanyaan itu, karena dalam kenyataannya banyak perusahaan BUMN yang saat ini masih mencatat kerugian. Baik kerugian disebabkan karena tata kelola yang menimbulkan
beban utang menggunung, ataupun disebabkan kesalahan strategi bisnis yang menyebabkan perusahaan gagal mendapatkan peluang besarnya untuk menghasilkan laba," kata Nasim Khan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (18/10/2021).

Selain itu, lanjut wakil rakyat asal Dapil III Jawa Timur ini, belum semua sektor BUMN membentuk holding.

Kendati nantinya, holding sudah berdiri untuk semua bidang, Nasim memandang keberadaan Kementerian BUMN tetap layak dibutuhkan.

"Sebenarnya keberadaan Kementerian BUMN tetap layak dibutuhkan karena fungsinya sebagai pembinaan, evaluasi, dan peningkatan kinerja," katanya.

"Kinerja perusahaan holding akan diawasi secara khusus oleh Menteri BUMN atau Kepala Badan Pengelola BUMN, agar berjalan sebagaimana mestinya," tambah dia.

Pada kesempatan ini, Nasim membeberkan bahwa Pembubaran Kementerian BUMN dan
pengalihan perusahaan-perusahaan BUMN ke Kementerian Teknis bisa dilakukan. Akan tetapi masih butuh pertimbangan sejumlah hal, antara lain, pertama, Super holding company yang dicita-citakan sudah siap dibentuk.

"Sampai sejauh ini belum semua sektor dapat dibentuk holding. Kendalanya berasal dari berbagai faktor. Tetapi yang paling jelas adalah manajemen perusahaan yang mesti diperbaiki lebih dahulu," kata Nasim.

Kedua, Kementerian teknis yang akan membawahi BUMN perlu membuat skema yang jelas terkait rencana bisnis perusahaan dan melakukan Sinkronisasi program kementerian teknis dengan perusahaan.

"Jika saat ini antara Kementerian BUMN – kementerian teknis – target perusahaan, sudah bisa dihasilkan sehingga output (luaran) dan outcome (hasil yang bisa disaksikan) berdampak nyata pada masyarakat, maka pembubaran Kementerian BUMN menjadi isu yang tidak lagi menarik," katanya.

Ketiga, antara kementerian teknis – kementerian bumn – target pertumbuhan dan pengembangan perusahaan bumn sudah sejalan, maka kinerja pengelola perusahaan BUMN akan semakin baik.

"Yang penting diingat adalah langkah perusahaan untuk bisa beroperasi
bukan saja perlu mengejar target-target yang dicita-citakan, melainkan juga ada pertimbangan sumberdaya perusahaan sendiri. Dalam hal ini kemampuan manajemen dan keuangan
perusahaan. Misalnya, kementerian teknis ingin memiliki program X untuk jangka waktu tertentu. Hal ini tentu bisa saja dicapai jika kemampuan perusahaan BUMN mendukung akan pencapaian itu," ujar dia.

Selama ini, lanjut Nasim, banyak penugasan dari Pemerintah yang justru membebani perusahaan BUMN karena target yang dicanangkan Pemerintah tidak didukung dengan keuangan yang cukup. Akhirnya utang yang dipilih. Utang itulah yang akhirnya hingga kini menjadi beban dan tanggungan perusahaan.

"PMN menjadi altenatif untuk mendukung operasional perusahaan," tegas dia.

Ke empat, PMN yang selalu diminta oleh perusahaan BUMN sebenarnya disebabkan karena banyak faktor. Tetapi itu bukti bahwa banyak sekali sumberdaya luar biasa di perusahaan BUMN yang belum diberdayakan secara maksimal.

"Padahal mereka yang masuk ke perusahaan BUMN sebenarnya banyak putra-putri Indonesia yang pintar dan cerdas dengan pendidikan tinggi
yang bagus. Ada semacam kebiasaan yang perlu segera diubah di dalam perusahaan BUMN sendiri agar potensi pengembangan perusahaan menjadi terealisasikan secara maksimal. Kita melihat perbaikan sekarang sudah banyak dilakukan. Terbukti mereka yang bersalah menggunakan wewenangnya di perusahaan banyak yang sudah diganti," ujar Nasim.

Kelima, tegas Nasim, Tanggungjawab perusahaan kepada kementerian teknis secara langsung bisa berpotensi
penyalahgunaan wewenang di perusahaan itu demi kepentingan tertentu.

Misalnya, Menteri teknis dari kelompok X bisa mengarahkan perusahaan BUMN demi kepentingan menteri teknis tersebut. Hal ini tentu perlu dipikirkan agar perusahaan BUMN benar-benar lepas dari unsur politis dan kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Ke-enam, Dengan adanya Kementerian BUMN sebenarnya pengawasan dan pembinaan perusahaan bisa
lebih baik. Karena kehadiran Kementerian BUMN mengawasi betul jalannya perusahaan.

"Intervensi menteri teknis dari kelompok dan golongan tertentu dapat seminimal mungkin diantisipasi karena Kementerian BUMN pun ikut mengawasi. Sebab dalam penentuan suatu program, dibutuhkan keselarasan pandangan antar berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, Nasim juga mempertanyakan, apakah pembentukan super holding perusahaan BUMN bisa bekerja lebih baik dari
sebelumnya dalam menghasilkan laba.

"Tidak ada yang bisa menjamin hal itu. Karena terbentuknya super holding company hanya akan menjadikan aset perusahaan terlihat membesar, sehingga memiliki modal banyak untuk menjalankan berbagai program. Selama kinerja perusahaan yang tidak dibenahi,
mustahil mengharapkan hasil yang terbaik. Pokok persoalannya berada pada masalah tata kelola perusahaan yang buruk," katanya.

"Jika kita menghendaki adanya terobosan pada perusahaan BUMN, maka memperbaiki sistem menjadi keniscayaan yang pertama harus dilakukan. Tanpa perbaikan sistem di dalam perusahaan BUMN, holding seberapa besar pun takkan
mendatangkan apa-apa. Apalagi jika induk holding adalah perusahaan yang bermasalah karena diisi orang-orang bermasalah. Pilihan pembentukan holding secara terburu-buru menjadi kekeliruan yang bakal mendatangkan masalah baru," tegas dia.[iis]