RPP Jalan Tol Harus Sesuai Prinsip Pelayanan Publik - Telusur

RPP Jalan Tol Harus Sesuai Prinsip Pelayanan Publik

Hery Susanto

telusur.co.id - Pemerintah dewasa ini sedang fokus pada pembangunan infrastruktur jalan. Pembangunan tersebut di samping memicu pertumbuhan ekonomi, juga mengintegrasikan antarwilayah guna memperkuat NKRI. Pembangunan jalan tol dikembangkan di wilayah trans-Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.

Pembangunan infrastruktur membutuhkan pembiayaan besar. Dalam pelaksanaannya pemerintah menggandeng pihak swasta dengan cara privatisasi. Pembangunan jalan tol berimplikasi terhadap aspek sosial, politik, ekonomi, dan pemerintahan.

Dalam rangka menindaklanjuti UU Cipta Kerja, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Perubahan Kelima Atas PP No 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol.

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menegaskan, jika dalam penyusunan RPP Jalan Tol ini tidak mengakomodir aspirasi publik, bahkan dalam pelaksanaannya bertentangan dengan prinsip pelayanan publik sesuai UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, maka dapat dipastikan akan menuai protes maupun gugatan publik.

“Pada gilirannya, hal itu juga akan mendorong adanya laporan pengaduan masyarakat melalui Ombudsman RI dalam kaitannya dengan praktik maladministrasi di substansi penyelenggaraan layanan jalan tol,” ucapnya, Jumat (5/3/2021) di Jakarta.

Pada acara konsultasi publik yang digelar Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan terkait RPP Jalan Tol pada Kamis (4/3/2021) di Hotel Santika BSD City Serpong Banten, Hery menyampaikan beberapa pokok pikirannya.

“Pertama, perlu dijelaskan pokok-pokok pikiran terkait alasan perubahan pasal-pasal dalam RPP tersebut. Pasal-pasal yang dihapus, diubah maupun ditambah dengan menyesuaikan pada UU Ciptaker. Kedua, jalan tol merupakan barang publik (public goods) yang cenderung mengalami perubahan menjadi barang quasi (quasi goods) tentu erat kaitannya dengan pelayanan publik,” ujarnya.

Ketiga, esensi dari UU No 25 tentang Pelayanan Publik harus dicantumkan dalam klausul RPP Tentang Jalan Tol. “RPP ini harus memuat prinsip-prinsip pelayanan publik, yakni kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban,” imbuhnya.

Keempat, Hery menjabarkan sejumlah keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan tol yakni kinerja pelayanan jalan tol terus mengalami distorsi, terutama kemacetan yang semakin sulit diatasi, kualitas jalan tidak memadai sebagai jalan yang berbayar, misalnya ruas jalan banyak yang berlubang hingga jalan tol yang belum nyaman bagi pengguna.

“Kebijakan e-toll menambah beban biaya pengeluaran masyarakat. Dengan e-toll, berapa besar dana masyarakat tersisa yang mengendap. Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa pada e-toll belum bisa digunakan untuk semua transaksi,” ujar Hery.

Menurut Hery, kebijakan tarif tol yang selalu naik setiap dua tahun, perlu dikritisi. “Pemerintah tidak fair karena SPM (Standar Pelayanan Minimal) tidak terpenuhi. Konsekuensi kebijakan privatisasi jalan tol berimplikasi terhadap tarif tol semakin mahal dan naik setiap dua tahun,” ujarnya.

Kelima, Hery memberikan masukan agar pemerintah segera menyelaraskan peraturan perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya. [ham]


Tinggalkan Komentar