Sebagai Penegak Hukum, Kunjungan Calon Kapolri Listyo Sigit ke AHY Dinilai Tidak Etis - Telusur

Sebagai Penegak Hukum, Kunjungan Calon Kapolri Listyo Sigit ke AHY Dinilai Tidak Etis

AHY dan Calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit.

telusur.co.id - Jelang fit and proper test di Komisi III DPR, Calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit melakukan kunjungan ke DPP Partai Demokrat di jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (18/1/2021).

Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) didampingi Sekjen PD Teuku Riefky Harsya, Ketua Fraksi PD DPR RI Mas Edhie Baskoro Yudhoyono, perwakilan Komisi III Fraksi PD DPR RI Benny K. Harman, Hinca Panjaitan, Didik Mukrianto & Santoso, serta Wasekjen Agust Jovan Latuconsina.

Menanggapi hal itu, pengamat politik Ray Rangkuti menilai bahwa kunjungan Komjen Pol Listyo Sigit tidak etis. Sebab, kunjungan itu tidak dalam rangka tugas apapun termasuk kepentingan penegakan hukum dan hal lain yang berkaitan dengan tupoksi kepolisian.

“Kunjungan ini tidak dalam rangka tugas apapun, tidak pula untuk kepentingan penegakan hukum, dan hal lain yang terkait dengan tupoksi kepolisian. Lalu apa?” ujar Ray kepada telusur.co.id di Jakarta, Selasa (19/1/2021).

Menurut Ray, kunjungan Listyo Sigit jelang fit and propert test calon Kapolri di DPR itu bermasalah. Kunjungan Listyo Sigit itu dinilai kurang etis dan bernuansa politis yang dilakukan oleh penegak hukum.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) ini menjelaskan, kurang etisnya kunjungan Listyo Sigit itu, pertama, Institusi polisi dan kapolri itu bersifat independen. “Sekalipun secara struktural di bawah presiden tapi kewenangan untuk melaksanakan tugas sepenuhnya independen dan parsial,” jelas Ray.

Kedua, karena independen, presiden sekalipun tidak dapat semena-mena menunjuk calon Kapolri. Selain harus melibatkan Kompolnas dan Wanjakti, maka juga harus melalui persetujuan DPR.

“Ketiga, oleh karena itulah, sejatinya polisi tidak dibawa ke dalan urusan politik. Dukungan atau penolakan di DPR misalnya tidak boleh dikaitkan dengan lobi politik tertentu, tapi harus melalui penajaman visi dan pengungkapan kinerja,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, calon Kapolri harus dibebaskan dari beban dan hutang budi politik. Dengan demikian dapat menegakan hukum secara independen tanpa pandang bulu.

“Calon kapolri yang menarik dukungan politik akan punya kecenderungan tidak bersikap netral dan independen. Yang pada gilirannya membuat independensi polisi terciderai. Adapun urusan melobi kekuatan partai, merupakan tugas presiden, tentunya didukung oleh koalisi partai pendukung presiden,” ujarnya.

Keempat, untuk memperteguh independensi kepolisian, maka harus membuat mekanisme fit and propert test di DPR yang terbuka. Sehingga dari interaksi itu Calon Kapolri dan kekuatan partai politik akan bertemu.

“Membahas visi- misi, program dan tentu mengungkap rekam jejak sang calon. Dalam forum inilah semua kelebihan dan keistimewaan sang calon diungkap. Secara terbuka dan dapat diakses masyarakat secara langsung. Tak ada pembicaraan di bawah meja atau di belakanga forum. Semua diungkap dan dijelaskan dengan terbuka,” katanya.

Kelima, selama ini DPR sudah memilih banyak komisioner dan pejabat negara independen lainnya. Tetapi belum ditemukan mereka yang calon komisioner dan pejabat negara independen berkunjung ke kantor partai politik atau ke rumah Ketua Umum Parpol.

“Saya kira tradisi baik ini harus dipertahankan bahwa calon pejabat negara yang bersifat independen hanya akan menarik dukungan dan simpati partai di ruang sidang fit and propert test DPR serta rekam jejak prestasi yang memukau,” tandasnya.[Tp]


Tinggalkan Komentar