telusur.co.id - Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) menilai, ramainya "Klaseme liga korupsi" di media sosial harus menjadi teguran keras bagi semua lembaga penegak hukum. 

Menurut Peneliti LSAK Ahmad Hariri, fakta dari ramainya satire tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa selama ini aparat penegak hukum (APH) hanya membangun pertunjukan pertandangin kasus agar disebut hebat.

"Tapi, pengembalian hasil korupsi dari kasus yang telah ditangani malah paling minim. Uang-uang rakyat yang dikorupsi itu hanya ditindak sebagai atas nama penegakkan hukum dan tidak pernah benar-benar kembali kepada rakyat," kata Ahmad kepada wartawan, Selasa (11/3/25).

Ahmad berpandangan, hal ini harus dijawab oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung. Karena seharusnya APBN yang mereka pakai juga harus dapat mengembalikan APBN yang dicuri kepada rakyat. 

Dari data sepanjang periode 2019-2024, KPK telah melaporkan pengembalian hasil korupsi sebesar Rp 2,5 Triliun lebih. "Sementara Kejaksaan sangat jarang sekali melaporkan pengembalian hasil korupsi dari kasus yang mereka tangani," tuturnya. 

Padahal, sambung Ahmad, selama ini lembaga Adhyaksa yang paling banyak memberitakan potensi kerugian negara yang super besar serta menyita banyak aset hasil korupsi. Sayangnya tidak banyak data yang rinci melaporkan recovery aset korupsi oleh kejagung. 

Meski demikian, recovery aset hasil korupsi oleh kedua institusi ini masih sangat terlalu sedikit dibanding kerugian negara yang telah di korupsi. 

Jumlah kerugian negara yang selalu terhitung dalam minimum bilangan triliun, menunjukkan penegakkan hukum masih setengah hati. Pun wajar setengah dari masyarakat menilai pemberantasan korupsi hanya untuk kepentingan politik. 

Tak hanya APH, pengembalian hasil korupsi juga harus jadi tanggungjawab Kemenkeu.

"Sebagai bendahara negera, Menkeu harusnya mengumumkan uang dan aset hasil pengembalian korupsi ini benar telah diterima secara baik atau hanya publikasi media semata. People right to know, rampasan dari korupsi itu sudah digunakan untuk pos APBN dan program apa saja? Jangan sampai tindakan pemberantasan korupsi hanya menjadi ajang "giat rampok ketemu maling," tukasnya.[Nug]