Terduga Penunggang Gelap Tim Pengurus PKPU PT GRP Akan Dilaporkan ke Bareskrim, Ini Identitasnya - Telusur

Terduga Penunggang Gelap Tim Pengurus PKPU PT GRP Akan Dilaporkan ke Bareskrim, Ini Identitasnya

Ilustrasi Bareskrim Polri (foto: Ist)

telusur.co.id - Guru Besar Hukum Pidana Prof Andi Hamzah mengatakan, Polri harus memproses berbagai laporan masyarakat. Terlebih lagi bila laporan tersebut menyangkut dugaan pemerasan yang berdampak mengganggu iklim investasi di Indonesia.

"Iya silahkan saja itu (terduga) dilaporkan," ujar Andi Hamzah saat dikonfirmasi mengenai dugaan pemerasan yang dilakukan oleh terduga berinsial ST, CT dan KT.

Salah seorang pakar hukum yang membidani lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi ini menerangkan, kasus tersebut bukan delik aduan, tapi menjadi laporan resmi kepada Bareskrim.

"Jadinya bukan delik aduan, soal pemerasan masuknya jadi pelaporan kepada polisi, dan tentunya itu wajib ditindaklanjuti," katanya.

Dugaan ketidaknetralan tim pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT GRP Tbk terjawab dalam persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (24/2/21). Seorang sumber di Mabes Polri menyebut ada dugaan pemerasan senilai Rp 40 miliar oleh seseorang berinisial ST.

Uang tersebut ditengarai senagai imbalan jasa fee pengurus kepada PT GRP Tbk (dalam PKPU). Padahal ST bukan anggota dari tim pengurus yang ditetapkan oleh pengadilan dalam perkara tersebut.

"Bila melihat nominal tagihan yang menjadi dasar pengajuan permohonan PKPU oleh salah satu kreditor, yakni PT NBU yang hanya sekitar Rp 1,9 miliar. Tentunya bukan urusan sulit bagi perusahaan sekelas PT GRP Tbk untuk membayar," ungkap sumber tersebut.

Sejak awal persidangan, PT GRP Tbk selaku debitor termohon selalu menawarkan untuk membayar utangnya kepada PT NBU, bahkan jauh sebelum perkara tersebut diajukan, namun selalu ditolak tanpa alasan. Sehingga timbul dugaan ada permainan untuk menghancurkan reputasi dan kredibilitas PT GRP Tbk, yang merupakan perusahaan baja swasta terbesar nasional.

Terlebih, lanjut sumber, hal itu terbukti di persidangan bahwa harta PT GRP Tbk lebih besar dari utang-utangnya. Sehingga angka Rp 40 miliar menjadi sangat tak lazim untuk ukuran pengurusan yang tergolong tidak rumit.

"Sambil menyelam minum air, rasanya pantas diperibahasakan kepada ST dan kroninya yang beritikad buruk ingin menghancurkan kredibilitas PT GRP Tbk. Sembari mengharapkan uang senilai Rp 40 Miliar dari kantong PT GRP Tbk," bebernya.

KT, lanjut sumber tersebut, juga pernah menyampaikan kepada PT GRP Tbk untuk menggunakan jasa hukum dari kantor T & Associates Law Office agar dapat dipermudah dalam hal menghadapi belenggu PKPU yang dihadapi. Bahkan ada dugaan pengancaman untuk mempersulit bahkan memailitkan PT GRP Tbk jika tak menggunakan jasa hukum tersebut.

Alih-alih menerima tawaran tersebut, PT GRP Tbk justru semakin khawatir akan terjebak dan terperosok lebih dalam pada pusaran permainan.

"Mengingat nama ST banyak disebut sebagai mafia kepailitan di berbagai media. Di samping biaya yang sangat mahal yang diminta oleh KT sebagai imbalan yang harus dibayar untuk menggunakan jasa hukum dari kantor ayahnya yang mencapai Rp 10 miliar di luar dari biaya-biaya teknis," ujarnya.

Menurut sumber, tentu sangat mahal, namun KT menjamin kemenangan, dengan alasan Tim Pengurus dalam kendali dirinya dan ayahnya. Bahkan dirinya juga menyebut pemilik dari PT NBU yakni CT akan mengikuti apa kata ayahnya yaitu ST.

Ini mengingat kedekatan yang telah lama terbangun lama antar keduanya yang juga tergabung sebagai pengurus di organisasi likuidator maupun partai politik yang sama. Dari semua variabel yang ada, dapat diduga kuat antara ST, KT dan oknum pengurus dan CT ada sekomplotan yang ingin mendzolimi PT GRP Tbk.

"Setelah ditelusuri, ternyata bukan kali pertama tim dari ST dicurigai tidak profesional dalam menjalankan profesinya. Bahkan tidak jarang yang menyebutnya sebagai Mafia Kepailitan, hal tersebut dapat dengan mudah diakses dan ditelusuri dalam laman Google," pungkasnya. (tp)


Tinggalkan Komentar