telusur.co.id - Isu serius mencuat terkait pengelolaan salah satu apartemen di kawasan Jalan Merr, Surabaya Timur. Masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut menghadapi berbagai persoalan hukum dan sosial yang belum juga mendapat kepastian penyelesaian dari pihak Pemerintah Kota Surabaya.
Puluhan warga Apartemen Bale Hinggil (ABH), menggelar aksi damai. Dengan membagikan flyer, sebagai bentuk meminta keadilan menuntut kejelasan status kepemilikan unit. Dengan protes terhadap pengembang, meminta keadilan kepada PT Tlatah Gema Anugrah (TGA) dan PT. Tata Kelona Sarana (TKS).
Dalam aksi yang berlangsung damai tersebut, warga membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan tuntutan dan keberatan mereka. Salah satu spanduk bertuliskan: “Sesuai UU 20/2011 jo PP 13/2021, kita belum dikatakan pemilik karena belum mendapatkan AJB & SHM/SRS, maka IPL menjadi tanggung jawab pengembang.”
Di tempat yang sama, Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya dari Partai PSI, Josiah Michael, S.H., M.H. menegaskan, akan mengawal kasus ini. Ia menegaskan pentingnya penegakan hukum untuk melindungi warga dari tindakan semena-mena pihak pengembang.
“Saya mendorong agar aparat penegak hukum benar-benar mengusut dugaan pelanggaran yang terjadi. Warga berhak atas keadilan, terutama dalam hal hak milik dan layanan dasar,” ujarnya. Jumat, (02/5/2025) sore.
Perwakilan warga, Kristianto menguraikan bahwa, sejak awal serah terima unit pada 2019, berbagai persoalan sudah muncul. Bahkan, menurut mereka, listrik dan air sempat dimatikan oleh pengelola meski warga telah membayar tagihan sesuai pemakaian.
“Kami hanya tidak membayar IPL, karena sesuai UU, itu masih menjadi tanggung jawab pengembang sampai AJB dan SHM diterbitkan,” tukas salah satu warga.
Lebih lanjut, warga merujuk pada Peraturan Pemerintah dan Pasal 8 Ayat 1B dalam PPJB yang menyatakan bahwa pengelolaan oleh badan yang ditunjuk pengembang seharusnya berakhir lima tahun setelah penyerahan unit, yakni 31 Desember 2024. Namun hingga kini, PT TKS disebut masih mengelola apartemen secara ilegal.
Pengembang sendiri, menurut warga, dinilai abai terhadap keluhan.
“Kami sudah melakukan audiensi dengan DPRD dan Wali Kota Surabaya. Tapi pengembang mengabaikan kesepakatan, bahkan dinilai melecehkan marwah pemerintah kota,” jelasnya.
Warga juga menuding terjadi penggelapan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Kami sudah membayar, tapi tagihan PBB tetap diberikan. Ini sudah kami laporkan ke Polda Jatim,” sambung perwakilan.
Menanggapi polemik ABH, viral mencuat di Instagram : @Achmad_hidayat_ah dan TikTok @achmadhidayat_ah (Eks Wakil Sekretaris DPC PDIP Kota Surabaya.
Dalam medsos IG maupun TikTok, kritik tajam ini mengucapkan, "Jangan hanya berani terhadap rakyat kecil, tapi lunak terhadap pelanggaran besar yang melibatkan kepentingan elit,” ucapnya, terkait pemimpin kota yang dinilai tidak konsisten dalam menegakkan keadilan.
Disebutkan juga, “Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya di permukaan. Banyak yang hanya melihat informasi di web konsorsium, padahal persoalan sebenarnya jauh lebih dalam. Masyarakat yang tinggal di apartemen itu kesulitan mendapatkan akses hukum yang jelas, karena tidak adanya keputusan tegas dari pemerintah kota,” imbuhnya.
“Jangan keras hanya di satu sisi, tapi lunak di sisi lain. Jika memang tegas, maka tegaslah secara adil dan bijaksana. Kami ingin Surabaya menjadi kota yang lebih baik ke depannya, dengan pemimpin yang mampu mengakui dan memperbaiki kesalahannya,” bebernya.
Saat dikonfirmasi terkait video viral milik Achmad Hidayat, Eks Wakil Sekretaris DPC PDIP Kota Surabaya tentang ABH.
Wakil Walikota Surabaya, Armuji (Cak Ji) menanggapi melalui WhatsApp, "Saya tidak tahu, soal itu," jawabnya.
Aksi damai ini, warga berharap keadilan terhadap pengelolaan yang dianggap tidak sah. Tindakan sepihak yang merugikan penghuni apartemen.
Ini bentuk aspirasi masyarakat yang berharap adanya tindakan nyata dan adil dari Pemerintah Kota Surabaya, dalam menangani persoalan-persoalan mendesak yang menyangkut kepentingan publik. (ari)