telusur.co.id - Aktivis 98 Ignatius Indro menyampaikan kekecewaan yang mendalam atas keputusan pemerintah yang menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Keputusan ini dinilainya sebagai bentuk penghinaan terhadap perjuangan reformasi 1998 dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan oleh rakyat.
“Kami, para aktivis 98, marah dan kecewa. Pemerintah seolah tidak mendengar aspirasi masyarakat yang sejak awal menolak keras pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Bagaimana mungkin seorang diktator yang menciptakan korupsi sistemik, pelanggaran HAM, pembungkaman pers, dan represi terhadap rakyatnya justru diangkat menjadi pahlawan?” ujar Indro.
Indro menilai, keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah hari ini telah kehilangan keberpihakan moral terhadap sejarah bangsa. Ia menyindir tajam para pemimpin politik yang justru menikmati hasil dari reformasi—namun kini ikut meruntuhkan maknanya.
“Ironisnya, banyak tokoh yang diuntungkan oleh reformasi, termasuk mantan Presiden Joko Widodo, justru mendukung penetapan Soeharto sebagai pahlawan. Ini bentuk pengkhianatan terhadap semangat 1998. Tanpa reformasi, tidak akan ada Jokowi sebagai presiden. Tapi kini ia justru menegasikan sejarah yang melahirkan dirinya,” tegas Indro.
Ia menyebut langkah ini sebagai bentuk amnesia sejarah dan pelecehan terhadap korban rezim Orde Baru. Menurutnya, bangsa yang melupakan penderitaan rakyat di masa lalu akan kehilangan arah moral dan nurani.
“Soeharto bukan pahlawan. Ia simbol dari ketakutan, pembungkaman, dan keserakahan kekuasaan. Ribuan orang menjadi korban pelanggaran HAM dari 1965 hingga 1998, dan mereka belum mendapatkan keadilan. Menjadikan Soeharto pahlawan berarti menampar wajah para korban dan keluarga mereka,” ujarnya.
Ignatius Indro juga menyerukan agar aktivis, masyarakat sipil, dan generasi muda tidak tinggal diam melihat penyelewengan sejarah ini.
“Kalau Soeharto bisa disebut pahlawan, lalu bagaimana dengan para mahasiswa yang gugur di Trisakti, Semanggi, dan banyak tempat lain? Apakah mereka hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah bangsa ini?” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Indro menegaskan bahwa reformasi bukan sekadar peristiwa, tapi amanat moral yang harus dijaga oleh setiap generasi.
“Mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah bentuk kemunduran sejarah. Ini pengkhianatan terhadap kebenaran, keadilan, dan cita-cita reformasi. Kami tidak akan diam menghadapi kebohongan yang dibungkus penghargaan.”(FIE)



