Arsul Sani: Tes Wawasan Kebangsaan Memang Diperlukan, Bukan Mau Menyingkirkan Orang - Telusur

Arsul Sani: Tes Wawasan Kebangsaan Memang Diperlukan, Bukan Mau Menyingkirkan Orang

Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani. (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan, tes pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) itu prosesnya sudah memberikan pengecualian. Karena dalam tes untuk menjadi ASN biasanya ada tiga macam tes. Tes pertama adalah tes yang terkait dengan kapabilitas, yang kedua terkait dengan integritas, dan ketiga terkait dengan wawasan kebangsaan.

"Saya ambil contoh LPSK, kurang lebih 2 tahun yang lalu LPSK itu mau mengadakan penerimaan calon pegawai negeri sipil atau ASN. Di situ banyak, ada puluhan pegawai harian atau semacam pegawai honorer yang sudah bertahun-tahun di situ. Mereka nggak dapat keistimewaan itu, mereka harus mengikuti tiga macam tes," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/5/21).

Nah, kata dia, KPK ini ini karena penghormatan DPR dan pemerintah, karena dulu waktu membahas RUU perubahan atas UU KPK yang menjadi UU Nomor 19 Tahun 2009, memang ada dalam quote un quote, ada semacam gentlemen agreemen untuk tidak mengurangi pegawai KPK, apalagi yang sudah bekerja di situ bertahun-tahun. 

"Maka waktu itu kita sepakati. Selain itu ada satu lagi memastikan bahwa income pendapatan mereka tidak berkurang, maka kita lihat kalau di dalam PP yang mengatur itu disana dikatakan karena yang namanya ASN pegawai negeri sipil itu ada gaji dan tunjangan yang sudah standar yang berlaku umum untuk menutup, karena itu pasti kurang dibandingkan dengan pendapatan itu. Maka di situ presiden bisa kemudian memberikan tunjangan khusus dan itulah dasar hukum," paparnya. 

Karena semangat itu, kata Arsul, maka jangan juga kemudian dikatakan seolah-olah bahwa tes wawasan kebangsaan itu adalah alat untuk melakukan pembersihan atau menyingkirkan pegawai KPK tertentu. 

"Gak ada seperti itu, kalau mau menyingkirkan mereka tesnya kita buat 3 tahap itu (seperti LPSK), kan lebih gampang. Menurut saya gak pas sekali kalau mau menyingkirkan orang kok hanya dari sisi wawasan kebangsaan yang sangat kualitatif dan abstrak," ujarnya. 

"Apa yang terjadi di LPSK, hanya dua pegawai honorer LPSK yang sudah bertahun-tahun itu yang kemudian masuk lulus memenuhi syarat menjadi PNS di LPSK. Itu belum dilihat kan, tidak dilihat sisi itu oleh teman-teman masyarakat sipil," sambungnya.

Meski demikian, Arsul juga mengaku tak setuju jika ada pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan tersebut yang menyangkut identitas keislaman seseorang. 

"Saya juga melihat kalau ada pertanyaan soal islam mu, salatmu pakai Qunut apa nggak, kalau subuh pakai usholli atau enggak saya juga enggak setuju soal itu," tegas Wakil Ketua MPR RI itu. 

Tapi kalau kemudian ada yang menentang seperti mantan jubir KPK Febri Diansyah yang menyebut mereka sudah patriot jadi tidak perlu lagi dilakukan tes wawasan kebangsaan, Arsul mengaku tak setuju. 

"Ya gak bisa begitu. Kami, saya nih kurang patriot apa sih. Tapi 2014 ketika mau masuk DPR, tiga minggu saya di Lemhanas. Kemarin setelah lima tahun jadi anggota DPR, lima hari di Lemhanas, dan saya gak mengeluh itu. Saya tidak merasa nasionalisme atau wawasan kebangsaan saya masih diragukan, memang perlu kita itu," tegasnya. 

Menurutnya, yang namanya aparatur negara ya memang harus ikut tes wawasan kebangsaan. Dan itu tak jadi masalah. 

"Wong rakyat saja enggak boleh ga punya wawasan kebangsaan, apalagi ada aparatur negara yang selain mengatakan saya NKRI, saya Pancasila, tapi berpikir juga ideologi yang lain," pungkasnya.  [Tp]


Tinggalkan Komentar