Haidar Alwi: Pidato Prabowo Adalah Titik Balik Menuju Indonesia Berdaulat - Telusur

Haidar Alwi: Pidato Prabowo Adalah Titik Balik Menuju Indonesia Berdaulat


telusur.co.id - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute menilai, pidato Presiden Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025 di Jakarta, bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi sinyal serius bahwa pemerintah ingin menegakkan kembali nilai-nilai Pancasila secara nyata dan menyeluruh. 

"Di tengah ancaman ideologi transnasional, kebocoran anggaran, dan tantangan global, Prabowo hadir dengan suara tegas yang menunjukkan komitmen membenahi arah bangsa," kata Haidar dalam keterangannya, Senin (2/5/2025).

Sebagai Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB, Haidar menganggap, keberanian Prabowo menyentil elite pemerintahan dan aparat negara yang menyalahgunakan kekuasaan adalah bentuk introspeksi penting. Saat Prabowo menyatakan, “Semua kebocoran harus dihentikan. Jangan sampai kita mengkhianati rakyat sendiri,” Haidar melihat itu sebagai pernyataan moral sekaligus arah kebijakan. Ini bukan sekadar kritik ke luar, tapi koreksi ke dalam.

Sebagai tokoh toleransi Indonesia, Haidar juga menyoroti bagaimana pidato tersebut tidak memecah belah, tidak menyasar kelompok, dan tidak membangun narasi permusuhan antaragama atau etnis. Ketika Prabowo berkata, “Pancasila adalah milik semua golongan, semua suku, semua agama,” Haidar menyebut itu sebagai pesan pemersatu yang harus dijaga dalam praktik kebijakan dan ruang publik. Baginya, toleransi adalah pilar utama jika Indonesia ingin tetap utuh dalam kebinekaan.

Sebagai pencetus Gerakan Nasional Rakyat Bantu Rakyat, Haidar menemukan relevansi yang sangat kuat dalam semangat gotong royong yang dihidupkan kembali oleh Prabowo. 

Ketika Presiden menegaskan bahwa kekayaan negara tidak boleh hanya dinikmati segelintir orang, Haidar melihat bahwa inilah momen penting untuk menyambungkan negara dengan rakyat melalui aksi nyata. “Apa yang kami perjuangkan melalui Haidar Alwi Care dan Rakyat Bantu Rakyat adalah bukti bahwa kekuatan bangsa tumbuh dari bawah, dari kepedulian antarwarga,” ujar Haidar.

Ia juga menyoroti bagian pidato yang menyatakan kewaspadaan terhadap pendanaan asing melalui LSM yang bisa memecah belah bangsa. 

Menurut Haidar, ini bukan tuduhan sembarangan, tapi peringatan geopolitik yang harus direspon dengan kesiapan narasi nasional. “Banyak bangsa besar runtuh bukan karena perang senjata, tapi karena perang pengaruh. Indonesia harus waspada,” ujarnya tegas.

Haidar melihat bahwa pidato Prabowo juga membawa optimisme baru. Di tengah kelelahan publik terhadap janji-janji politik, Prabowo tampil dengan gaya lugas, tidak defensif, dan tidak menyembunyikan fakta bahwa sistem kita masih memiliki banyak lubang. Tapi justru di situ letak harapan. “Keberanian untuk bicara jujur adalah awal dari perubahan besar,” kata Haidar.

Ia pun mengajak masyarakat untuk menghentikan sikap sinis yang berlebihan. Menurutnya, kritik tetap penting, tetapi harapan jauh lebih dibutuhkan. “Kalau rakyat hanya jadi komentator, tidak ikut serta, tidak berpartisipasi dalam perubahan, maka siapa yang akan bantu negara ini berdiri?” tanya Haidar retoris.

Nilai-nilai Pancasila yang diangkat dalam pidato tersebut menurut Haidar harus diturunkan dalam program nyata: distribusi keadilan sosial, pendidikan yang merata, akses kesehatan yang layak, dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Gerakan sosial seperti Rakyat Bantu Rakyat bisa menjadi mitra gerakan negara, bukan sebagai pengganti, tapi pelengkap yang memperkuat jangkauan.

Dengan keyakinan penuh, Haidar Alwi menyatakan bahwa jika komitmen Prabowo pada Pancasila dipegang teguh dan dijalankan konsisten, maka Indonesia akan memasuki fase kebangkitan baru. “Ini bukan sekadar pidato Hari Lahir Pancasila. Ini deklarasi arah. Dan saya percaya, arah itu menuju Indonesia yang lebih kuat, lebih adil, dan lebih bermartabat,” pungkas Haidar Alwi.[Nug] 


Tinggalkan Komentar