Istilah Kelangkaan Pupuk Subsidi Kurang Tepat, Pengamat: Yang Ada Keterbatasan Jumlah - Telusur

Istilah Kelangkaan Pupuk Subsidi Kurang Tepat, Pengamat: Yang Ada Keterbatasan Jumlah

Ilustrasi pupuk subsidi (Ist)

telusur.co.id - Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surya Vandiantara menilai, istilah kelangkaan pupuk subsidi kurang tepat. Menurutnya, yang ada saat ini yakni keterbatasan jumlah pupuk subsidi.

"Kalau kita mau untuk amati, tidak bisa disebut sebagai kelangkaan, lebih tepatnya mungkin disebut keterbatasan jumlah. Karena menurut saya mengenai pupuk subsidi, kita perlu memahami permasalahan yang ada secara holistik. Kata kuncinya adalah efisiensi, dan solusinya adalah inovasi," ujar Surya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/2/22).

Pupuk subsidi, sambung Surya, akan memberikan efek ketergantungan kepada petani, yang seharusnya hanya menjadi stimulus agar produksi pertanian meningkat. Namun yang terjadi selama ini justru petani tidak merasakan penuh hasil produksi pertanian mereka.

"Kalau saja keuntungan dari pertanian mereka bisa maksimal, maka para petani akan sejahtera. Sehingga, ketergantungan terhadap pupuk subsidi akan berkurang dengan sendirinya. Karena petani akan lebih mampu untuk mendapatkan pupuk selain yang bersubsidi," jelasnya.  

Selama ini, lanjut Surya, keuntungan terbesar selalu bukan di petani, melainkan para pengepul atau tengkulak hasil pertanian. Mereka memainkan langsung harga, dengan membeli secara murah dari petani sedangkan menjual dengan harga yang pastinya jauh lebih tinggi.

"Belum lagi kalau musim panen raya impor malah masuk, hal tersebut tentu menghancurkan harga jual petani," katanya.

Analis dari Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) menilai, polemik sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang dikritik menjadi penyebab kelangkaan pupuk subsidi, bukanlah hal yang tepat. Menurutnya, tidak ada yang salah dalam sistem e-RDKK, karena distribusi pupuk subsidi harus sesuai dengan data. 

"Dalam hal ini sistem yang dikembangkan Kementerian Pertanian yakni e-RDKK, saya pikir sudah cukup baik. Karena akan sangat lebih serampangan lagi nanti distribusi pupuknya apabila sistem pengumpuluan datanya tidak memadai," terangnya.

Terkait solusi pupuk bagi petani, ucap Surya, harus dilihat secara komprehensif, bukan hanya persoalan sistem hitung, tetapi terkait kesejahteraan para petani itu sendiri. Dalam hal ini, yang menjadi kunci yakni inovasi yang dilakukan pemerintah.

"Pemerintah harus bisa menghadirkan sistem pasar yang baik, dimana para petani bisa menjual langsung produknya ke masyarakat tanpa harus melalui tangan pengepul," ujarnya.

Lebih jauh Surya juga meminta pemerintah mulai menciptakan marketplace dalam hal pertanian. Sehingga dapat memberikan manfaat lebih dan memangkas jalur yang biasanya diisi oleh tengkulak.

"Saya kira (marketplace) perlahan tapi pasti akan dapat bermanfaat bagi pertanian. Selain itu perlu diperhatikan kembali adalah inovasi di bidang pertanian dan membuat pertanian ke arah industrialisasi agar keuntungan petani meningkat," pungkasnya. (Ts)


Tinggalkan Komentar