telusur.co.id - Koperasi dan UMKM dituntut untuk dapat beradaptasi, dalam menyikapi situasi yang tidak menentu seperti sekarang ini. Namun, diperlukan cara-cara baru yang luar biasa (Extraordinary) dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, cara-cara kreatif dan inovatif .
Seskemenkop dan UKM, Arif Rahman Hakim mengatakan, sinergi antara pemerintah dan ekspertis dan juga para pakar yang tergabung dalam ISMI seperti saat ini sangat diperlukan untuk mengakselerasi pelaksanaan program pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UKM.
"Tahun ini, Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan 2,5 juta sektor informal untuk bertransformasi ke formal. Melalui kemudahan perizinan, sertifikasi, standarisasi dan pemasaran diharapkan usaha mikro sebagai ekonomi subsisten yang menyerap kurang lebih 97% lapangan pekerjaan mampu bertahan dan tetap produktif," kata Arief dalam acara Silaturahmi Bisnis Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia (Silabis ISMI) ke 12 di Banda Aceh, Rabu (16/6/21).
Menurut Arif, peningkatan rasio kewirausahaan harus dilakukan jika ingin menjadi negara maju. Tahun ini, Kemenkop menargetkan sebesar 3,55%.
"Tak kalah penting, di tahun 2021 mampu melahirkan 100 koperasi modern terutama koperasi di sektor pangan," ujarnya.
Di samping itu, lanjutnya, untuk memperluas pasar produk UMKM dan Koperasi, 40% anggaran belanja kementerian dan lembaga harus dialokasikan untuk membeli produk UMKM dan koperasi. Karena itu produk-produk UMKM harus berkualitas dan berkelanjutan sehingga dapat memenuhi pesanan- pesanan sebagaimana yang diharapkan pada belanja barang oleh Pemerintah.
Keberadaan pendamping maupun kurator sangat diperlukan untuk mendampingi para pelaku UKM dan koperasi dalam memproduksi barang-barangnya.
"Tentu target-target besar ini tidak dapat dicapai tanpa kolaborasi dengan berbagai pihak. Pendampingan dan pemberdayaan berkelanjutan, riset-riset yang produktif, serta peningkatan literasi dan pengetahuan Koperasi dan UMKM adalah sumbu kemajuan," kata Arif.
Oleh karena itu, menurut dia, kerjasama yang dijalin dengan Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia, melalui program Teknologi dan Inovasi Kewirausahaan (TEKNOSA) bagi Koperasi dan UMKM, dan dengan jaringannya yang luas, diharapkan menjadikan UKM naik kelas, melahirkan Koperasi Modern yang mampu berfungsi sebagai agregator bagi UMKM.
Kombinasi Teknosan
Dalam kesempatan yang sama, Ketum ISMI lllham Akbar Habibie mengatakan, struktur perekonomian Indonesia saat ini, kurang seimbang dan kurang adil. Di mana terlalu banyak jumlah pengusaha UMKM yang mencapai minimal 95 persen dari seluruh sektor lapangan usaha.
"Saya melihat perlu ada keberpihakan, perlu lebih banyak berjuang untuk pengusaha kecil yang khususnya Muslim, karena itulah ISMI didirikan," kata putra Presiden ke-4 RI, B.J.Habibie itu.
Menurut Ilham Habibie, dalam perjalanannya membela pengusaha kecil, salah satu kelemahan UMKM adalah mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam melakukan go inovasi.
"Yang dimaksud disini adalah produk yang unggul, yang memiliki nilai tambah atau value added. Bahan baku atau materi boleh sama namun yang satu ada nilai tambah, sehingga harganya lebih mahal. Memberikan nilai tambah ini kata kuncinya adalah teknologi, dengan masuknya teknologi inovasi, suatu produk bisa menjadi sesuatu yang canggih dan bernilai lebih mahal" kata Ilham Habibie.
"Nah, kami selalu menekankan dan mengkombinasikan yang dinamakan Teknosan, yaitu kombinasi antara teknologi, inovasi dan kewirausahaan. Wirausaha, itu intinya kan usaha yang tujuannya agar produk ini bisa berkesinambungan atau berkelanjutan. Dan dengan memperkuat UMKM juga bisa meningkatkan lapangan pekerjaan untuk lebih banyak orang," kata Ilham Habibie.
Ilham menambahkan, dengan latar belakang itu, ISMI berupaya melakukan kerjasama dengan berbagai stakeholder seperti KemenkopUKM maupun Perguruan Tinggi untuk memperkuat teknologi inovasi dan kewirausahaan di kalangan UMKM khususnya yang tergabung dalam ISMI.[Fhr]