Ketika Buruh Lepas Jadi Pemilik Perusahaan Kontraktor - Telusur

Ketika Buruh Lepas Jadi Pemilik Perusahaan Kontraktor


Oleh: Suroto* 

 

 

SISTEM ekonomi kapitalis yang mendominasi dunia dan tempatkan pemilik modal atau investor sebagai diktaktor di perusahaan secara perlahan tapi pasti sedang mengalami pembaharuan. Kepemilikan perusahaan oleh buruh mulai bertumbuh di berbagai belahan dunia. Bahkan di negara yang kita tuduh sebagai kampiun negara kapitalis pusat seperti di Amerika Serikat dan Inggris sekalipun. 

Sebut misalnya di Amerika Serikat, negara ini sesungguhnya telah terapkan pembagian kepemilikan saham untuk buruh (employee share ownership plan /ESOP) dengan dipaksa melalui undang-undang sejak 1974. Di Inggris, ESOP dilakukan dengan skema pemotongan gaji untuk pembayaran saham mereka yang dimulai sejak tahun 1985. 

Reformis sosial seperti Noam Chomsky maupun Susan George yang cukup progreaif juga merekomendasikan konsep ESOP sebagai cara untuk ciptakan sistem pengambilan keputusan demokratis dan pembagian keuntungan yang adil dari perusahaan. Bernie Sanders, dalam masa kampanye presiden Amerika Serikat tahun 2020 bahkan juga mengusulkan agar program kepemilikam saham perusahaan untuk buruh terus ditingkatkan menuju kepemilikan demokratis hingga minimal 51 persen. 

Tujuan dari ESOP itu satu, agar buruh turut menikmati keuntungan dan perkembangan asset perusahaan dan juga kendali atas perusahaan. Aksiomanya jelas, apa yang tak kita miliki itu tak mungkin dapat kita kendalikan. 

 

Beyond ESOP 

Selain model ESOP, ada gerakan yang lebih radikal lagi yang dilakukan oleh para buruh. Mereka melakukanya dengan membangun koperasi pekerja (worker cooperative). Perusahaan koperasi yang didirikan dan dimiliki oleh pekerjanya dan setiap orang diberikan hak suara yang sama dalam pengambilan keputusan di perusahaan. One person, one vote!

Di India, dari 14 orang anak muda buruh lepas di Kerala yang diinspirasi oleh seorang spiritualis Guru Vagbhadananda (1885 -1939) dirikan koperasi buruh kontrak. Tujuan koperasinya untuk memudahkan para buruh kontrak mendapatkan pekerjaan secara kontinu

Desa Uralungal, satu desa yang awalnya tak dikenal itu kini menjadi terkenal ke seluruh India dan bahkan dunia karena keberadaan koperasi Uralungal Labour Contract Co-operative Society (ULCCS Ltd). Koperasi ini saat ini dimiliki oleh 13.000 lebih buruh kontrak di Kerala, India. 

Awal usaha ULCCS yang hanya kerjakan pembuatan pagar rumah, pasang tembok dan pengecatan, buat sumur untuk rumah tangga, kemudian meluas hingga bangun jalan raya, jembatan besar, fly over, gedung pemerintah maupun swasta. Akhir-akhir ini juga melakukan pemekaran layanan dalam bentuk bisnis konsultan pembangunan kawasan, bangun kawasan kota, bangun pusat kebudayaan dan kerajinan, dan bahkan dirikan kampus teknik milik sendiri untuk lahirkan insiyur handal. 

Koperasi ini menjadi begitu diminati oleh perusahaan swasta maupun pemerintah untuk bangun infrastruktur mereka karena komitmenya pada kualitas sangat tinggi. Selain itu, mereka tidak mengutamakan profit seperti perusahaan kontraktor komersial kapitalis. Mereka juga pernah mengambil alih proyek mangkrak perusahaan swasta kapitalis yang tertunda 15 tahun. 

Contoh lain dari konsep kepemilikan perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh buruh adalah di negara bagian Basque, Spanyol. Dari 5 orang anak lulusan sekolah teknis (STM) yang bingung mencari kerja dan diinspirasi oleh seorang pastur dari Ordo Jesuit, Jose Maria Arizmendiarrietta Madariaga (1915 –1976), mereka dirikan perusahaan milik mereka sendiri dengan konsep koperasi. Namanya Koperasi Pekerja Mondragon Worker Cooperative. 

Koperasi ini dimulai dengan membuat alat pemanas ruangan. Lalu meluas ke industri baja dan saat ini dimiliki dan dikelola secara demokratis oleh kurang lebih 80.000 pekerja. Bahkan telah meluas kuasai jaringan sektor ritel dengan nama Erosky dan lembaga pendidikan Mondragon University. 

Koperasi ULCCS maupun Koperasi Mondragon ini dikelola secara demokratis dengan hak suara setiap orang sama dalam mengambil keputusan. Buruh-buruh itu secara rutin selenggarakan rapat anggota dan memilih direksi (pengurus) yang berasal dari buruh. Manajemenya yang diangkat oleh Pengurus bekerja profesional untuk koperasi dan selalu susun program kerja dan perencanaan strategis secara rutin. Seluruh keuntunganya yang dihasilkan juga dibagi secara adil dengan berdasarkan besaran kontribusi mereka. 

 

Refleksi untuk Indonesia 

Indonesia secara konstitusional sesungguhnya menurut pasal 33 menganut sistem demokrasi ekonomi. Artinya sistem ekonomi yang diterapkan itu seharusnya libatkan partisipasi rakyat atau orang banyak dalam kepemilikan perusahaan seperti praktik ESOP atau Koperasi Pekerja di atas. Namun sayang, pasal di Konstitusi itu ternyata hanya jadi pepesan kosong semata.

Dari sejak reformasi, amanat hasil sidang instimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang telah jadi ketetapan MPR tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokratisasi Ekonomi, tidak pernah diwujudkan. Bahkan sejak reformasi, di level diskursus pun istilah demokrasi ekonomi tidak pernah jadi bahasan publik yang luas. Perintah untuk dibentuk Undang Undang sistem perekonomian nasional sesuai pasal 33 ayat 5 UUD NRI 1945 juga tidak pernah diagendakan oleh Pemerintah atau Parlemen. 

Pemerintah bahkan secara terus menerus mengulang kebijakan lama yang salah. Akhir akhir ini secara serampangan pemerintah membentuk koperasi dari atas (top down). Setidaknya hal ini dapat kita lihat dari proyek pendirian 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih. Otonomi, kemandirian dan demokrasi koperasi yang jadi kunci sukses koperasi di seluruh dunia langsung dipenggal. Inginya membina koperasi, tapi sesungguhnya yang terjadi sedang binasakan koperasi. 

Asset besar satu-satunya milik rakyat yang bernama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahkan saat ini sesuai dengan pasal 3A ayat 2 UU BUMN terbaru kepemilikanya diambil alih oleh Pemerintah dan diserahkan ke Badan Pengelola Investasi Danantara yang tujuanya adalah untuk diprivatisasi. Hak kepemilikan per se rakyat atas asset BUMN hilang. Disebut secara letterlijk bahkan tujuan dari UU BUMN yang baru adalah untuk mengejar investasi asing (Foreign Dirrect Investment). 

Sementara itu, di tingkat serikat buruh sendiri, satu hal yang cukup memprihatinkan adalah terjadinya konservatifisasi gerakan buruh. Gagasan radikal seperti kepemilikan saham buruh (ESOP), pengembangan koperasi pekerja (Worker Cooperative) tidak pernah keluar dari kebijakan konggres mereka. Bahkan untuk sekedar menuntut kebijakan pembatasan rasio gaji untuk buruh yang rasionya antara gaji tertiggi dan terendah sudah keterlaluan pun tidak pernah muncul sebagai rekomendasi tuntutan kongres serikat buruh kita.

Demokrasi ekonomi itu adalah sistem ekonomi konstitusi kita. Inilah yang memungkinkan bahwa ekonomi tumbuh secara adil. Tapi sepertinya kita lebih suka untuk tetap menjadi slogan semata. Semua menguap disabotase kepentingan elit politik dan elit kaya kapitalis. Selamat hari buruh ! Semoga kita semua segera diberikan kesadaram revolusioner untuk melakukan perubahan. [***]

 

*) Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)

 

 


Tinggalkan Komentar