Lestari Moerdijat Minta Pemerintah Siaga Hadapi Gejolak Ekonomi Global - Telusur

Lestari Moerdijat Minta Pemerintah Siaga Hadapi Gejolak Ekonomi Global

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat

telusur.co.id - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera menyiapkan langkah antisipatif guna menghadapi dampak konflik global yang kian kompleks terhadap ekonomi nasional.

Dalam sambutannya saat membuka diskusi daring bertema “Dampak Ekonomi Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Israel-Iran 2025” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/7), Lestari atau yang akrab disapa Rerie mengingatkan pentingnya perlindungan nyata terhadap rakyat di tengah gejolak global. “Langkah antisipatif harus dipersiapkan dengan baik demi melindungi setiap warga negara dari dampak ekonomi akibat konflik global,” tegasnya.

Rerie menyoroti bahwa konflik Israel-Iran, ditambah keterlibatan langsung Amerika Serikat, telah memicu lonjakan harga minyak dan gas dunia, yang tentu akan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional. Ia pun mendorong penguatan kebijakan fiskal dan jaminan ketersediaan energi. “Kita tidak bisa menunggu krisis datang baru bergerak. Energi, sebagai tulang punggung ekonomi, harus dijaga dengan strategi jangka panjang,” tambah Rerie.

Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menyampaikan bahwa saat ini harga minyak dunia berada di sekitar US$78 per barel, masih di bawah asumsi APBN 2025 sebesar US$82. Namun ia mengingatkan, jika harga melonjak di atas batas itu, dampaknya bisa merembet ke berbagai sektor. “Kita negara pengimpor minyak murni. Jadi harus hati-hati. Efisiensi dan percepatan energi terbarukan itu kunci,” ujar Sugeng.

Ekonom BCA David Sumual menambahkan bahwa ketegangan geopolitik dan perang dagang AS-China menciptakan sentimen negatif global. Ia menilai hilirisasi industri, seperti program pembangunan 3 juta rumah, harus disinergikan dengan reformasi industri nasional agar dampaknya terasa. “Contohlah Malaysia, mereka berhasil menarik investasi teknologi dari China,” kata David.

Analis Kemenko Perekonomian Thasya Pauline menyebut dampak ekonomi global dari konflik Israel-Iran secara angka lebih kecil dibandingkan perang Rusia-Ukraina. Namun demikian, mitigasi tetap dibutuhkan karena harga energi sangat sensitif terhadap situasi geopolitik. “Israel dan Iran hanya menyumbang 0,03% dari ekspor dunia. Tapi efek psikologis pasar tetap besar,” jelasnya.

Thasya menekankan percepatan penggunaan energi baru terbarukan sebagai strategi jangka panjang yang realistis.

Presiden S. ASEAN International Advocacy, Shanti R. Shamdasani, menilai sejumlah kebijakan Donald Trump dalam konflik ini mengirim pesan politik ke China, namun menimbulkan kerugian global yang tak diinginkan. Menurutnya, AS bisa memanfaatkan krisis untuk mendominasi perdagangan minyak karena memiliki cadangan energi sangat besar.

“Jika Selat Hormuz ditutup, yang paling terdampak adalah China. Mereka tidak punya cadangan minyak yang memadai,” tegasnya.

Shanti mendorong peningkatan kualitas SDM dan manajemen potensi dalam negeri untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional.

Wartawan senior Saur Hutabarat menyampaikan pandangan kritisnya. Ia bersyukur perang hanya berlangsung 12 hari, dan menyebut skala konflik itu seperti “sedikit di atas perang-perangan”. Namun ia menekankan, durasi konflik bisa sangat tergantung pada keputusan politik elite dunia.

“Perang itu selesai setelah Trump menelpon pemimpin Israel dan Iran. Artinya, panjang atau pendeknya perang, tergantung pikiran Trump,” ujar Saur.[]


Tinggalkan Komentar