Meski PSN, Pemerintah Sebaiknya Hindari Intervensi Keuangan Pabrik CA-EDC di Cilegon - Telusur

Meski PSN, Pemerintah Sebaiknya Hindari Intervensi Keuangan Pabrik CA-EDC di Cilegon

Foto: MNC

telusur.co.id - Peneliti Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Rohadi Awaludin nenyambut, baik langkah Pemerintah memasukkan proyek pembangunan pabrik CA-EDC (chlor alkali – ethylene dichloride) oleh Chandra Asri Group di Cilegon, Banten sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Menurut dia, dukungan ini patut diberikan apresiasi karena proyek ini berdampak strategis dalam mendorong pertumbuhan industri di tanah air dan ekonomi nasional.

"Namun, Pemerintah tidak perlu intervensi terlalu jauh terkait dukungan pembiayaan, termasuk melalui Danantara," kata Rohadi dalam keterangannya, Selasa (22/7/2025). 

Rohadi menilai, intervensi keuangan ini dapat mengurangi intensitas partisipasi swasta dalam pembangunan. 

Juga terkesan perusahaan swasta seperti Chandra Asri diperlakukan seolah-olah setara dengan BUMN, tanpa kewajiban akuntabilitas publik yang sama.

"Di sisi lain, karena status Danantara sebagai entitas non-BUMN yang tidak ada pengawasan langsung dari BPK, maka membuat mekanisme check and balance terhadap investasi ini menjadi lemah," ucapnya. 

Padahal, jika proyek gagal, dana publik (meskipun tidak disebut sebagai APBN) tetap terdampak.

Sementara banyak pelaku industri lain, termasuk BUMN atau perusahaan lokal, tidak mendapatkan akses serupa. "Karena tidak heran kalau hal ini menimbulkan kesan adanya “privilege” atau favoritisme," jelas Alumnus Teknik Kimia Universitas Kanazawa, Jepang ini. 

Menurutnya, jika ada relasi politik atau bisnis di baliknya (misalnya koneksi elite), praktik seperti ini akan membuka ruang crony capitalism.

"Hal ini juga menunjukkan bahwa Danantara sebagai sovereign wealth fund (SWF) belum memiliki prioritas, kurang kreatif dan belum memiliki kriteria atau indikator kinerja yang jelas dalam berinvestasi.  

Sebab, Danantara sebagai sovereign wealth fund, secara normatif bukkan instrumen pembiayaan PSN atau APBN secara langsung, tapi memiliki fokus pada investasi jangka panjang dan profit-oriented. Jadi Danantara bukan instrumen stimulus pendanaan untuk proyek “penugasan” seperti yang lazim dilakukan BUMN.

Karena itu, lanjut Rohadi, praktik seperti ini dapat mengaburkan fungsi asli SWF menjadi semacam quasi bank pembangunan.

Danantara harus lebih kreatif mencari dan menumbuhkan proyek-proyek baru sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Karena Danantara mengelola sumber daya negara dalam jumlah yang luar biasa besar. 

"Yang wajib dilakukan pemerintah adalah memastikan adanya ekosistem yang kondusif, agar pihak swasta dapat melaksanakan proyek tersebut dengan baik, termasuk keamanan dari gangguan atau hambatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tugas Pemerintah adalah memberikan dukungan kebijakan yang konsisten dan kepastian hukum, termasuk kemudahan perizinan. Saya kira inilah peran utama pemerintah sebagai enabling factor (faktor pembentuk ekosistem)," tegasnya. 

Untuk diketahui, Melalui Pepres No 12 tahun 2025 tentang RPJMN, pemerintah memasukan Pembangunan Pabrik Chlor Alkaline dan Ethylene Dichloride sebagai salah satu proyek strategis nasional. Proyek ini dapat mendorong pertumbuhan industri khususnya industri kimia dan juga mengurangi impor bahan baku dari luar negeri. Selain itu proyek ini juga dapat menyerap tenaga kerja.

Pabrik dengan proses utama berupa elektrolisis larutan garam (NaCl) ini direncanakan akan menghasilkan 400 ribu ton soda kaustik dan 500 ribu ton ethylene dichloride (EDC) per tahun. Kedua bahan baku ini sangat diperlukan oleh berbagai industri. Proyek ini diperkirakan akan menyerap investasi sekitar 15 triliun rupiah.[Nug] 

 


Tinggalkan Komentar