telusur.co.id - Rencana Presiden Prabowo untuk swasembada BBM di masa Pemerintahannya dinilai sangat ambisius. Sehingga perlu ekstra kesungguhan dan kapasitas Pemerintahan Presiden Prabowo dalam mewujudkannya.
"Itu adalah visi yang bagus namun perlu pembuktian. Karena ini masalah berat yang telah membelit cukup lama," kata Pembina MITI, Mulyanto, Kamis (8/5/2025).
Anggota Komisi Energi DPR RI 2019-2024 itu menambahkan lifting minyak terus merosot, bahkan anjlok. Target lifting sejuta barel minyak per hari (BPH) sudah menjadi halusinasi.
Mulyanto menerangkan, sejak era reformasi tidak ada pembangunan kilang baru. Proyek kilang minyak di Jatim dan Kaltim mandeg.
"Yang tersisa adalah kilang-kilang tua, yang kita dengar setiap empat bulanan sekali terjadi kasus kebakaran kilang. Sementara investor asing di sektor ini hengkang satu per satu, seperti ConocoPhillips, Royal Dutch Shell, dan Chevron, karena dianggap semakin tidak menarik, di tengah arus deras investasi sektor energi baru-energi terbarukan (EBET)," terang Sekjen Menristek era Pemerintahan SBY ini.
Ia menyebut dari sisi kelembagaan, Pertamina sebagai BUMN Migas andalan nasional justru tengah sempoyongan, karena Dirut dan Komut-nya diisi dari anggota dewan pembina parpol penguasa serta didera kasus korupsi jumbo dimana kerugian negara untuk tahun 2023 saja diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun.
Untuk diketahui, sejak tahun 2008 Indonesia resmi menjadi negara net importir minyak, akibat tingginya konsumsi yang tidak dibarengi dengan produksi yang ada. Pada tahun 2024 impor minyak kita mencapai 64% dari total kebutuhan yang ada.
Pada tahun 2023, konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,603 ribu BPH sementara rata-rata produksi minyak harian kita hanya 580 ribu BPH, atau hanya 36%-nya.
Dalam Halal bihalal Purnawirawan TNI AD di Jakarta, Selasa (6/5), Presiden Prabowo Subianto bertekad mencapai swasembada bahan bakar minyak (BBM) dalam lima tahun yang akan datang.
Ia mengatakan Indonesia tak perlu mengimpor BBM selama masa kepemimpinannya.[Nug]