MITI Ingatkan Risiko Program PSEL Bagi Lingkungan, Apa Saja? - Telusur

MITI Ingatkan Risiko Program PSEL Bagi Lingkungan, Apa Saja?


telusur.co.id - Peneliti Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Budi Heru Santosa menilai, program Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) bila tidak dikelola secara hati-hati sangat berbahaya, meski dianggap dapat menanggulangi masalah sampah di berbagai wilayah. 

Menurut dia, jika tidak dikelola dan diawasi dengan tepat PSEL justru akan menimbulkan masalah baru berupa peningkatan polusi udara. Bahkan dalam kondisi tertentu pencemaran udara akibat PSEL akan mengganggu kesehatan masyarakat luas.  

"Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak pada narasi solusi instan dalam menangani krisis sampah hanya dengan pembangunan PSEL sebagai satu-satunya solusi. Meski tampak menjanjikan, teknologi ini menyimpan risiko besar terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat," ujar Budi dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025). 

Budi menjelaskan, pembangunan PSEL memang menawarkan potensi untuk mengurangi volume sampah dan menurunkan emisi metana yang berbahaya. Namun, proses ini tetap menghasilkan emisi karbon dalam jumlah signifikan, yang bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi dampak perubahan iklim. 

Selain itu, biaya pembangunan dan operasional PSEL sangat tinggi dengan demikian berpotensi membebani anggaran negara dan tidak efisien, terutama di kota-kota dengan kapasitas fiskal terbatas.

Di beberapa tempat, lanjut dia, pembangunan PSEL ini justru ditentang masyarakat karena kekhawatiran terhadap pencemaran udara dan dampak kesehatan jangka panjang, yang bisa memperburuk kualitas hidup warga.

Dari sudut pandang Gerakan Zero Waste, PSEL justru menghambat kemajuan dalam budaya daur ulang dan desain produk berkelanjutan. Sampah yang dikonversi menjadi energi bukanlah sumber energi terbarukan dan pembakaran bukan solusi jangka panjang yang ramah lingkungan.

Kendati saat ini PSEL sering dianggap lebih baik dibandingkan dengan pembuangan sampah ke TPA yang tidak dikelola dengan baik, seharusnya teknologi ini hanya diterapkan sebagai pelengkap dari sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan rendah karbon. 

Dalam jangka panjang, Pemerintah harus lebih serius merencanakan dan melaksanakan solusi berbasis pengurangan, daur ulang, dan komposting lebih berkelanjutan dan lebih hemat biaya. 

Budi meminta Pemerintah mengawal proyek PSEL yang sedang direncanakan dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan untuk memastikan bahwa teknologi ini tidak membawa dampak negatif yang lebih besar daripada manfaatnya.

Jika memungkinkan, Pemerintah sebaiknya mengucurkan investasi pada infrastruktur pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan, seperti daur ulang, komposting, dan desain produk berkelanjutan. Hal ini akan mendukung tujuan Indonesia dalam mengurangi sampah plastik dan emisi karbon.

Selain itu, Pemerintah perlu memperkuat regulasi yang mendorong produsen untuk bertanggung jawab atas siklus hidup produk mereka, melalui mekanisme Extended Producer Responsibility (EPR). Hal ini akan memastikan bahwa produk-produk yang dihasilkan dapat didaur ulang atau diproses dengan cara yang lebih ramah lingkungan. 

Berikutnya, keterlibatan masyarakat sipil dan komunitas lokal dalam perencanaan kebijakan pengelolaan sampah berbasis prinsip Zero Waste sangat penting. Edukasi dan partisipasi aktif warga dalam pemisahan sampah serta upaya mengurangi sampah di sumbernya akan mempercepat transisi menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih efisien.

"PSEL sebaiknya hanya dipandang sebagai solusi sementara dan terbatas, bukan sebagai strategi utama pengelolaan sampah nasional. Fokus utama harus tetap pada upaya pencegahan, pengurangan, dan daur ulang sampah," tegasnya.[Nug] 


Tinggalkan Komentar