telusur.co.id -Di tengah riuh Terminal Penumpang Gapura Surya Nusantara, ada penumpang yang hadir tanpa suara. Bukan karena tidak mampu berbicara, tetapi karena menggunakan cara komunikasi yang berbeda. Kesadaran akan keberagaman kebutuhan inilah yang mendorong PT Pelindo Daya Sejahtera (PDS) menggelar Pelatihan Bahasa Isyarat Indonesia sebagai bagian dari peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025.
Pelatihan tersebut diikuti 30 peserta yang terdiri dari tim manajemen operasional PDS serta petugas frontline seperti security dan cleaning service. Mereka merupakan garda terdepan pelayanan kepelabuhanan yang setiap hari bersentuhan langsung dengan ribuan penumpang. Dengan pelatihan ini, mereka dibekali kemampuan baru agar komunikasi tidak lagi menjadi batas bagi penumpang, terutama bagi pengguna Bahasa Isyarat.
Untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih autentik dan humanis, PDS menggandeng narasumber dari Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo). Pelatihan dipandu oleh Teman Tuli yang menggunakan Bahasa Isyarat sebagai bahasa utama mereka. Adhien Fadhli, Koordinator Pusbisindo, membuka sesi dengan pemahaman dasar mengenai kultur Tuli serta prinsip komunikasi visual yang menghargai.
Sesi kemudian dilanjutkan oleh Ernasta Oktaviyani, Guru Bahasa Isyarat, yang mengajarkan teknik komunikasi BISINDO dan praktik interaksi yang benar dengan pengguna bahasa isyarat. Kehadiran keduanya membuka cara pandang baru bagi peserta bahwa aksesibilitas bukan sekadar kebaikan tambahan, melainkan standar layanan yang adil bagi semua.
Frasa “disabilitas tidak selalu tampak” menjadi refleksi penting selama pelatihan. Banyak Teman Tuli tidak menunjukkan perbedaan secara fisik, sehingga kebutuhan komunikasinya kerap luput dari perhatian.
Melalui program ini, PDS ingin memastikan setiap penumpang mendapatkan layanan setara, layak, dan bermartabat. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Utama PDS, M. Fatkhurroji.
“Pelabuhan adalah ruang publik yang harus bisa menyambut semua orang. Pelatihan Bahasa Isyarat ini bukan sekadar peningkatan kompetensi, tetapi langkah nyata untuk memastikan tidak ada penumpang yang terlewat hanya karena cara komunikasinya berbeda. Inklusivitas bukan tren, ini adalah standar layanan yang ingin terus kami bangun,” ujarnya.
Pada sesi perdana, peserta mempelajari materi dasar yang menjadi fondasi komunikasi BISINDO, mulai dari pengenalan huruf dan angka, sapaan dasar, etika berkomunikasi dengan Tuli, hingga simulasi percakapan dalam skenario layanan kepelabuhanan. Suasana pelatihan dibuat interaktif, memungkinkan peserta tidak sekadar meniru isyarat, tetapi memahami pentingnya kontak mata, mimik wajah, serta cara memanggil perhatian secara tepat.
Pelatihan ini juga menjadi langkah strategis PDS dalam menghadapi arus Natal dan Tahun Baru (Nataru), periode ketika volume penumpang meningkat signifikan. Dengan kompetensi baru ini, PDS berupaya memastikan bahwa tidak ada penumpang yang tertinggal dalam komunikasi, terutama pada momen perjalanan yang padat dan dinamis.
Bahasa isyarat menjadi jembatan yang memperkuat kesiapan layanan PDS sekaligus menunjukkan bahwa transformasi layanan tidak hanya soal teknologi, tetapi juga soal kepedulian dan keberpihakan kepada manusia.
Melalui Pelatihan Bahasa Isyarat, PDS menegaskan bahwa inklusivitas bukan tema seremonial tahunan, melainkan arah pembangunan layanan jangka panjang. Pelabuhan, sebagai ruang publik, harus menjadi ruang yang ramah, terbuka, dan dapat diakses oleh semua orang.



