telusur.co.id - Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS, Mulyanto, mempertanyakan kelanjutan pembentukan Komite Reformasi Polri. Karena, proses pembentukan komite ini cenderung jalan di tempat sebab sudah dua bulan sejak diumumkan awal September lalu belum juga terbentuk.
"Meski sudah lebih dari dua dekade setelah dipisahkan dari TNI, reformasi Polri masih belum menyentuh akar persoalan strukturalnya," tegas Mulyanto, Senin (3/11/2025).
Mulyanto menduga ada tarik-menarik kepentingan dalam pembentukan komite ini.
Anggota DPR RI Periode 2019-2024 ini menegaskan bahwa reformasi Polri sangat mendesak karena sudah banyak catatan dan keluhan masyarakat terhadap kinerja lembaga penegak hukum itu.
Untuk itu, ia memminta pembentukan Komite Reformasi Polri perlu diwujudkan.
"Memang ada kemajuan di bidang pelayanan dan teknologi, namun Polri belum sepenuhnya netral secara politik dan masih sering tampil sebagai alat kekuasaan, ketimbang alat negara yang profesional, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 30 ayat (4)," ucapnya.
Mulyanto menegaskan, polisi seharusnya mengayomi rakyat bukan perpanjangan tangan kepentingan rezim. "Selama berada dalam orbit kekuasaan politik eksekutif, maka netralitas Polri akan sulit terwujud. Dan ini dampaknya kemana-mana," tambahnya.
Mulyanto melihat kecenderungan politisasi aparat penegak hukum dalam berbagai kasus seperti penegakan hukum yang cenderung selektif; penyikapan aparat terhadap kelompok kritis; hingga potensi keterlibatan dalam dinamika politik elektoral sangat terang benderang. Hal ini kalau terus dibiarkan justru akan merusak kedudukan dan fungsi Polri sebagai alat negara.
"Ini bukan karena persoalan instrumental atau kultural tetapi akibat struktur vertikal Polri yang sepenuhnya di bawah eksekutif tanpa kontrol publik yang efektif. Kecenderungan tersebut bersifat sistemik. Apalagi pada rezim pemerintahan sebelumnya," jelasnya.
Karena itu menurut Mulyanto Reformasi Polri Jilid Dua sangat perlu. Reformasi itu perlu untuk memperbaiki aspek instrumental dan kultural dan aspek struktural serta sistem kekuasaan di tubuh Polri.
"Reformasi Polri ini mestinya diarahkan secara struktural, agar polisi tidak melulu di bawah kontrol kekuasaan, tetapi di bawah kontrol publik, melalui peningkatan akuntabilitas publik," tegas Mantan Sesmenristek era-SBY.
Selain itu, Mulyanto berharap, penguatan Kompolnas sebagai lembaga pengawas independen menjadi sangat penting. Ke depan Kompolnas harus menjadi lembaga independen dengan kewenangan audit, pemantauan kasus, dan rekomendasi yang akurat dan bersifat mengikat. "Tidak seperti sekarang ini yang terkesan lemah," tegasnya.
Di sisi lain, kata Mulyanto, penting dipertimbangkan pemisahan fungsi politik dan penegakan hukum untuk menjamin netralitas Polri. Fungsi keamanan politik tidak boleh digunakan untuk kepentingan elektoral atau pembungkaman kritik.
"Menjelang tahun politik, netralitas Polri menjadi syarat utama tegaknya demokrasi. Kepolisian harus berdiri di atas semua kepentingan politik, menjadi pelindung konstitusi, bukan penjaga kekuasaan. Reformasi struktural kepolisian ini harus dilaksanakan, agar Polri benar-benar menjadi pengayom rakyat, bukan sekedar menjadi alat kekuasaan," tandasnya.[Nug]



