Profesor ITS Kembangkan Desain Fasad Bioklimatik untuk Ciptakan Hunian Hemat Energi dan Nyaman - Telusur

Profesor ITS Kembangkan Desain Fasad Bioklimatik untuk Ciptakan Hunian Hemat Energi dan Nyaman

Guru Besar ke-233 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Dr. Dipl.-Ing. Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi, M.T. Foto: Istimewa.

telusur.co.id -Meningkatnya suhu akibat perubahan iklim global mendesak kebutuhan akan hunian yang nyaman dan hemat energi. Menjawab tantangan ini, Guru Besar ke-233 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Dr. Dipl.-Ing. Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi, MT, menghadirkan inovasi desain fasad bioklimatik yang mampu meningkatkan sirkulasi udara alami guna menghadirkan sensasi “isis” (sejuk) dan “seger” (segar).

Diungkapkan oleh profesor dari Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) ITS ini, perubahan iklim yang memicu peningkatan suhu lingkungan berdampak langsung terhadap kenyamanan termal manusia. Kebiasaan masyarakat yang lebih banyak beraktivitas di dalam ruangan menuntut adanya desain bangunan yang dapat menghadirkan kembali sensasi isis dan seger layaknya berada di ruang terbuka.

Sayangnya, tatanan perumahan padat dengan jarak antarbangunan yang semakin sempit kerap menghambat terjadinya penghawaan silang. Akibatnya, masyarakat sering bergantung pada kipas angin maupun pendingin ruangan yang boros energi.

“Bangunan seharusnya berfungsi sebagai kulit ketiga manusia yang membantu menjaga keseimbangan suhu tubuh melalui sirkulasi udara alami,” terang perempuan yang akrab disapa Nastiti ini.

Menjawab permasalahan tersebut, profesor dari Departemen Arsitektur ITS itu melakukan riset terhadap desain fasad bangunan pada rumah susun perkotaan. Ditemukan bahwa pada jendela bertipe side hung window atau fixed window yang tidak memiliki kemampuan pivot untuk diatur sudut bukanya, arah angin sering kali tidak sejajar dengan bukaan. Kondisi ini menyebabkan tidak terbentuknya perbedaan tekanan udara yang cukup besar untuk menciptakan penghawaan silang alami.

Melalui simulasi yang dilakukannya, lulusan doktoral Universitas Kyoto, Jepang ini menemukan bahwa kombinasi antara bukaan dan jendela vertical pivot mampu meningkatkan kecepatan aliran udara hingga lima sampai tujuh kali lipat dibandingkan kondisi eksisting.

“Desain bukaan tegak lurus pada fasad dapat menciptakan perbedaan tekanan angin yang menjadi kunci tercapainya penghawaan alami,” jelas alumnus S1 Arsitektur ITS ini.

Pasangan dari Prof. Bambang Soemardiono ini juga menambahkan bahwa penelitian tersebut dilakukan pada bangunan rumah susun yang terdiri atas deretan unit hunian. Pada unit yang terletak di sisi tepi bangunan, sudut bukaan jendela sebesar 90 derajat terbukti dapat mempercepat aliran udara secara signifikan. Sementara itu, pada unit yang berada di bagian tengah deretan, sudut bukaan 45 derajat lebih efektif dalam meningkatkan sirkulasi udara di dalam ruang.

Lebih lanjut, ibu dari dua anak itu juga memaparkan, kenyamanan termal bangunan seharusnya dicapai terlebih dahulu melalui desain strategi pasif sebelum mengandalkan sistem mekanis. Desain strategi pasif sendiri mengandalkan pengaturan jendela, penggunaan peneduh, dan pemilihan material yang sesuai untuk mengurangi heat gain serta menjaga suhu ruang agar tetap nyaman secara alami.

Tak hanya itu, perempuan asal Kediri ini menambahkan, strategi aktif seperti penggunaan Air Conditioner (AC) dan kipas angin tetap diperlukan ketika kondisi lingkungan luar tidak bisa diatasi dengan desain pasif. Namun, Nastiti menegaskan bahwa dengan optimalisasi strategi pasif, beban energi sistem aktif dapat ditekan secara signifikan sehingga menghasilkan bangunan yang lebih hemat energi dan sehat.

Sebagai tindak lanjut, dosen kelahiran 29 November 1961 tersebut turut merekomendasikan penerapan ventilasi malam hari sebagai strategi penyejuk alami yang efisien dan ramah energi. Melalui metode ini, jendela dibuka pada malam hari untuk memungkinkan pertukaran udara.

“Struktur bangunan seperti dinding dan lantai mampu menyimpan suhu dingin malam karena kapasitas termalnya yang tinggi,” tambahnya.

Pada siang hari, jendela ditutup untuk mencegah masuknya udara panas sehingga suhu dingin yang tersimpan di material bangunan dapat dipertahankan. Kesejukan tersebut kemudian dipancarkan kembali ke dalam ruangan melalui proses radiasi termal guna membantu menurunkan beban pendinginan bangunan.

“Meski demikian, efektivitas strategi ini tetap bergantung pada kondisi cuaca luar yang memengaruhi sirkulasi dan suhu udara,” tandasnya.

Di akhir penjelasannya, Nastiti menekankan bahwa inovasi ini menjadi salah satu wujud kontribusi ITS dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-13 mengenai penanganan perubahan iklim.

“Perubahan besar dalam efisiensi energi dan kenyamanan alami hunian bisa dimulai dari langkah-langkah kecil yang dilakukan secara konsisten,” tutupnya.


Tinggalkan Komentar