telusur.co.id - Penghargaan yang diberikan Presiden Prabowo Subianto pada hari Buruh 1 Mei 2025 merupakan kado buat bangsa. Posisi buruh bukan hanya semakin jelas dalam kegiatan ekonomi, tetapi juga secara sosial politik.
Adanya Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional (DKBN) dan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK), bisa disebut sebagai penghargaan yang sifatnya kuantitatif. Marsinah menjadi Pahlawan Nasional, penghargaan kualitatif.
“Penghargaan Presiden Prabowo sudah komplit, kuantitatif dan kualitatif. Ini menjangkau masa depan buruh nasional yang indah. Ini kado buat bangsa,” ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer di Jakarta Jumat 2 Mei 2025.
Menurut aktivis 1998 yang akrab dipanggil Noel, konsekoensi logis penghargaan Prabowo kepada buruh, maka yang pertama-tama, keseluruhan birokrasi dan hukum memperlakukan buruh seperti esensi penghargaan Presiden Prabowo.
“Jika birokrasi sudah menempatkan buruh pada posisi sesuai esensi yang disampaikan Presiden, maka dunia usaha harus menyadari hal ini. Kesejahteraan buruh harus seiring dengan kemajuan usaha,” katanya.
Supaya penghargaan tersebut bisa direalisasikan, pemerintahan harus berusaha lebih kencang, agar lapangan kerja melalui realisasi investasi dalam terlaksana. Supaya dunia usaha semakin berkembang, agar buruh ikut serta.
Dalam catatan Wamenaker Noel, mengangkat Marsinah menjadi Pahlawan Nasional, berarti mengakui dan mendukung penjuangan buruh untuk meningkatkan kualitas hidup. Hak berserikat, menyatu dengan semua kebijakan sekitar buruh.
Marsinah yang lahir di Nglundo (Jawa Timur) 10 April 1969, adalah buruh di PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo. Marsinah aktif membela hak-hak buruh. Ia ditemukan tewas di pinggir hutan Wilangan, Mei 1993.
Prof Dr Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RS Soetomo), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat. Kasus ini menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional ILO), dikenal sebagai kasus 1773.
Prabowo merupakan Presiden RI yang kedua hadir dalam perayaan Hari Buruh, setelah Presiden Soekarno, 1 Mei 1965. Pengakuan 1 Mei sebagai Hari Buruh, diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1948.
“Soekarno menegaskan, buruh punya hak berserikat. Buruh juga berhak mengakumulasi kekuatan, bebas memperjuangkan hak. Inilah fungsi sosial politik buruh yang semakin tegas,” ujar Noel. [ham]