Demokrat Bisa Jadi Seperti Hanura yang Hilang dari Parlemen - Telusur

Demokrat Bisa Jadi Seperti Hanura yang Hilang dari Parlemen

KLB Partai Demokrat. (Ist).

telusur.co.id - Moeldoko telah terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara. KLB itu digelar oleh pecatan dan sejumlah pendiri Partai Demokrat.

Pendiri Lembaga Survei SMRC Saiful Mujani angkat bicara terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat oleh sekelompok kader anti Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dalam KLB tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terpilih sebagai kerua umum.

Menurut Saiful Mujani, setelah Moeldoko ditetapkan menjadi Ketum Demokrat, maka selanjutnya tergantung pada negara.

"Lewat Menkumham dari PDIP, Yasonna, mengakui hasil KLB itu atau tidak. Kalau mengakui dan membatalkan kepengurusan PD AHY, lonceng kematian PD makin kencang," tulis Saiful Mujani dalam akun Twitter-nya @saiful_mujani, Sabtu (6/3/21).

Menurut Saiful, dengan terpilihnya Moeldoko jadi Ketum Demokrat, tak membuat AHY tinggal diam. AHY diyakini akan menempuh jalur hukum menggugat kasus ini ke pengadilan dan perkara tersebut dipegang oleh Mahkamah Agung (MA).

"Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar Pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" cuit Saiful Mujani.

Ia pun meragukan kepemimpinan partai yang dikomandoi oleh seorang mantan jenderal TNI. Sebab banyak figur jenderal yang tak mampu memoncerkan partai yang dipimpin. Seperti Sutiyoso, Hendropriyono, dan Edi Sudrajat yang gagal membesarkan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka atau pun tidak, itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu?" tulisnya.

"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," sambungnya.

Hasil akhir dari manuver Moeldoko ini adalah membunuh Partai Demokrat. Parahnya, nasib kematian PD di tangan seorang pejabat negara.

"Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," ungkap dia.

Menurutnya, pelemahan demokrasi ini bisa dihentikan dengan mencegah negara ikut campur internal partai sebagai pilar utama demokrasi. Jokowi punya wewenang lebih dari cukup untuk menghentikan kemerosotan demokrasi ini.

"Tapi ini sebagian tergantung pada komitmen presiden untuk demokrasi," tandasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar