telusur.co.id - Kementerian Kebudayaan menyelenggarakan pameran tetap bertajuk Sejarah Awal: Jejak Manusia Jawa, Kini Kembali bertempat di Ruang Kertarajasa, Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Pameran ini menyoroti fosil yang baru saja dikembalikan dari Belanda ke Indonesia, yakni Pithecanthropus erectus (Homo erectus) atau yang dikenal sebagai the Java Man hasil penemuan Eugène Dubois lebih dari 130 tahun lalu, sebuah tonggak penting dalam sejarah paleoantropologi dunia sekaligus bukti penting posisi Nusantara sebagai salah satu pusat evolusi manusia dunia.
Diresmikan langsung oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, pameran Sejarah Awal mengajak publik untuk menelusuri perjalanan panjang peradaban Nusantara. Lebih dari 50 persen temuan fosil Homo erectus di dunia berasal dari wilayah Indonesia, antara lain Sangiran, Trinil, Ngandong, Semedo, Bumiayu, dan Rancah, menjadikan Indonesia sebagai salah satu kawasan dengan rekaman manusia purba terkaya di dunia.
Menbud Fadli Zon menegaskan bahwa repatriasi Java Manmerupakan langkah strategis dalam memulihkan narasi sejarah bangsa sekaligus memperkuat kedaulatan budaya Indonesia.
“Kita memikul tanggung jawab untuk melindungi warisan budaya, memulihkan narasi sejarah, serta memastikan akses publik terhadap warisan budaya dan ilmu pengetahuan yang menjadi milik Indonesia. Oleh karena itu, repatriasi menjadi salah satu prioritas nasional,” jelas Menbud Fadli.
Lebih lanjut, Menbud Fadli Zon menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kerajaan Belanda atas kemitraan dan upaya repatriasi ini. Apresiasi juga disampaikan kepada Tim Repatriasi Indonesia, dan Colonial Collection Committee Belanda, Naturalis Biodiversity Center.
Dalam apresiasinya Menbud menyatakan, “Langkah ini mencerminkan sikap bertanggung jawab dalam menyikapi masa lalu yang kompleks dengan penuh integritas, sekaligus menegaskan nilai-nilai universal yang kita junjung bersama serta memperkuat hubungan yang berlandaskan kesetaraan dan saling menghormati,” jelasnya.
Apresiasi dan rasa hormat juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Naturalis Biodiversity Center Leiden, Marcel Beukeboom. Dirinya menjelaskan bahwa keputusan repatriasi ini merupakan kelanjutan dari proses yang telah dilakukan di Museum Naturalis Leiden pada September silam antara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda, Gouke Moes, dengan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon. Keputusan untuk melakukan repatriasi diambil setelah melalui kajian mendalam oleh komite independen, bekerja sama dengan Tim Repatriasi Indonesia.
Marcel menegaskan bahwa koleksi Dubois memiliki arti penting tidak hanya bagi Indonesia dan Belanda, tetapi masyarakat dunia. “Fosil ini menjadi saksi atas mata rantai penting dalam evolusi manusia, sekaligus merepresentasikan bagian dari sejarah Indonesia dan merupakan warisan budaya,” ujarnya.
Dirinya juga menekankan bahwa penyerahan artefak kali ini menandai fase baru hubungan Indonesia-Belanda. “Penyerahan ini merupakan permulaan dari tahap berikutnya. Kami berniat untuk melakukan repatriasi atas ribuan koleksi yang digali di Indonesia lebih dari 130 tahun lalu,” tuainya.
Ia menambahkan, untuk memastikan kelancaran proses tersebut, pihaknya akan terus bekerja sama dengan para ahli Indonesia untuk menjamin fosil dikirim secara aman, sekaligus proses alih data dan para ahli yang terlibat di dalamnya.
Penyerahan dan pengakuan pemindahan kepemilikan atas empat koleksi fosil Dubois ditandai dengan penandatanganan kesepakatan antara Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon dan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Republik Indonesia, Mark Gerritsen. Penyerahan ini menandai komitmen bersama antara Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia dalam semangat kerja sama, saling menghormati, dan keadilan sejarah.
Sejarah Awal menghadirkan alur kronologis yang runut dan kontekstual dengan menempatkan Indonesia sebagai ruang pertemuan migrasi dan budaya. Pameran ini menampilkan fosil fragmen Tengkorak, Gigi Geraham, dan Tulang Paha Homo erectus hasil temuan Eugène Dubois yang diperkirakan berasal dari 1 juta tahun yang lalu, serta Cangkang Kerang Bergores. Pameran ini juga dilengkapi dengan ilustrasi ilmiah, serta konten multimedia imersif yang dirancang untuk menjangkau masyarakat secara luas dan inklusif.
Pamerah ini terwujud melalui kolaborasi lintas lembaga dan mitra kreatif, antara lain Naturalis Biodiversity Center, Leiden; Fadli Zon Library (FZL); Epson; Museum Geologi Bandung; Badan Riset dan Inovasi Nasional; Apud Budianto; Bambang Win; Arafura; dan Jiwakreasi. Kolaborasi ini menegaskan tanggung jawab bersama dalam pelestarian dan diseminasi warisan budaya serta ilmu pengetahuan.
Melalui penyelenggaraan pameran Sejarah Awal: Jejak Manusia Jawa, Kini Kembali, Kementerian Kebudayaan menegaskan komitmennya untuk merawat, meneliti, dan membuka akses seluas-luasnya terhadap warisan budaya dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat. Pameran ini diharapkan menjadi ruang pembelajaran publik yang memperkuat pemahaman sejarah awal Indonesia, menumbuhkan kebanggaan nasional, serta mendorong partisipasi generasi muda dalam menjaga dan mengembangkan warisan budaya bangsa. [ham]



