telusur.co.id - Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, menyerukan kepada pemerintah—khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)—untuk meninjau ulang Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 terkait Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) di Perguruan Tinggi Negeri.
Pernyataan ini menyusul gelombang protes mahasiswa terhadap kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai membebani, termasuk aksi demonstrasi mahasiswa Universitas Cenderawasih pada 22 Mei 2025. “Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk miskin terbesar keempat di dunia. Dalam konteks ini, kebijakan yang berpotensi mempersempit akses pendidikan tinggi harus dikaji ulang secara serius,” tegas Senator asal Papua Barat tersebut, Jumat (23/5).
Menurut Filep, pendidikan tinggi bukan layanan komersial, melainkan hak konstitusional setiap warga negara. Maka dari itu, sistem UKT harus dibangun berdasarkan prinsip keadilan sosial dan proporsionalitas, mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa dan keluarganya.
Dukung Aksi Mahasiswa, Asal Damai dan Bermartabat
Filep juga menyatakan dukungan terhadap aksi mahasiswa, yang menurutnya merupakan bagian dari kontrol sosial yang sah secara konstitusional. Ia menilai mahasiswa memiliki peran strategis sebagai agen perubahan yang bertugas mengawal arah kebijakan publik, termasuk dalam sektor pendidikan.
Namun, ia mengimbau agar demonstrasi dilakukan secara tertib dan damai. “Jangan rusak fasilitas umum, hormati dosen, dan jaga komunikasi baik dengan aparat. Sebaliknya, aparat keamanan juga harus mengedepankan pendekatan persuasif dan menghindari tindakan represif,” ujarnya.
Langkah Konkret: Revisi Regulasi, Perluas Beasiswa, dan Transparansi Anggaran
Komite III DPD RI merekomendasikan agar Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 ditinjau ulang secara menyeluruh, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan: mahasiswa, tenaga pendidik, dan masyarakat sipil.
Selain evaluasi struktur dan penerapan UKT, Filep juga mendorong agar subsidi pendidikan diperbesar dan bantuan beasiswa diperluas secara merata hingga ke daerah-daerah tertinggal. “Kami mendorong agar anggaran pendidikan—yang konstitusionalnya minimal 20% dari APBN dan APBD—digunakan secara transparan dan diawasi ketat oleh semua pihak,” tambahnya.
Sebagai penutup, DPD RI melalui Komite III menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan setiap anak bangsa memiliki akses yang adil dan setara terhadap pendidikan, tanpa hambatan ekonomi atau diskriminasi.[iis]