telusur.co.id - Sebuah manga lawas berjudul The Future I Saw karya mangaka Ryo Tatsuki mendadak menjadi pusat perhatian publik setelah “meramalkan” terjadinya gempa besar di Jepang pada tanggal 5 Juli. Meskipun para ilmuwan dan otoritas telah membantah kemungkinan prediksi gempa secara akurat, banyak warga tetap diliputi kecemasan—bahkan maskapai dan sektor pariwisata ikut terkena dampaknya.
Manga yang pertama kali terbit pada 1999 itu sempat menyebut akan terjadi “bencana besar” pada bulan Maret 2011—yang akhirnya berkaitan dengan Gempa Besar Jepang Timur. Cetakan ulang manga tersebut pada 2021 memperingatkan akan adanya gempa berkekuatan lebih dari 8,0 skala Richter dan tsunami tiga kali lebih besar dari bencana 2011, yang disebut akan terjadi pada 5 Juli.
Kekhawatiran ini makin meluas di media sosial, mendorong jutaan orang menyaksikan konten yang memperkuat narasi prediksi tersebut. Beberapa pelancong bahkan membatalkan perjalanan mereka ke Jepang selatan, menyebabkan dua maskapai berbasis di Hong Kong mengurangi jumlah penerbangan. "Kami terkejut bahwa rumor tersebut telah menyebabkan pembatalan," kata pejabat promosi pariwisata Tokushima.
Ilmuwan Angkat Bicara: Prediksi Gempa Masih Mustahil
Para ahli geologi dan Badan Meteorologi Jepang (JMA) menegaskan bahwa prediksi akurat gempa bumi berdasarkan tanggal, lokasi, dan kekuatan masih mustahil dilakukan dengan teknologi saat ini. Direktur JMA, Ryoichi Nomura, menyebut penyebaran informasi tidak berdasar seperti ini sebagai hal yang “sangat disayangkan di era sains modern.”
“Gempa tidak bisa diramalkan seperti cuaca,” ujar Nomura dalam konferensi pers bulan lalu. Ia mengimbau publik untuk tetap mengandalkan informasi dari lembaga resmi seperti JMA, USGS (Amerika Serikat), dan EMSC (Eropa-Mediterania).
Fakta: Risiko Gempa Tetap Nyata, Tapi Bukan Karena Ramalan
Secara geologis, Jepang memang rawan gempa karena berada di Cincin Api Pasifik. Wilayah Palung Nankai di selatan Jepang—yang pernah memicu gempa besar di masa lalu—dalam laporan panel pemerintah baru-baru ini disebut memiliki peluang 80% untuk memicu gempa dahsyat dalam 30 tahun ke depan. Dalam skenario terburuk, korban jiwa bisa mencapai hampir 300.000 orang.
Namun, ini bukan ramalan harian, melainkan kajian risiko jangka panjang berdasarkan penelitian ilmiah dan sejarah seismik.
Masyarakat Diminta Tenang dan Tidak Panik
Meskipun ketakutan masyarakat bisa dimengerti mengingat trauma gempa 2011, JMA mengimbau agar tidak melakukan tindakan irasional. Pemerintah Jepang juga mengeluarkan peringatan resmi untuk melawan penyebaran hoaks dan spekulasi tidak berdasar terkait gempa bumi.
"Kesiapsiagaan, bukan kepanikan, adalah kunci menghadapi gempa di Jepang," tegas Nomura.[]
Sumber: Time