Sebanyak 62 Daerah Masuk Kategori Rentan Pangan, Legislator Sebut RUU Pangan Sebagai Solusi - Telusur

Sebanyak 62 Daerah Masuk Kategori Rentan Pangan, Legislator Sebut RUU Pangan Sebagai Solusi

Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan. Foto: Istimewa

telusur.co.id -Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan, menyebut sebanyak 62 daerah di Indonesia dari 514 kabupaten/kota masuk ke dalam kategori rentan pangan di tengah beragam tantangan global, seperti menurunnya produksi pertanian dunia. 

Sebab itu, Daniel menilai revisi Undang-Undang (RUU) Pangan bisa menjadi jawaban untuk mengatasi semua persoalan dan tantangan tersebut.

“Saat ini masih terdapat 62 dari 514 kabupaten/kota yang masuk kategori rentan pangan atau 12,06% dari total wilayah. Selain itu, food loss dan food waste mencapai 23–40 juta ton per tahun, dengan potensi kerugian ekonomi sebesar Rp231 triliun hingga Rp551 triliun per tahun,” ujarnya, Kamis (27/11/2025).

Di sisi lain, belum adanya pengaturan pendanaan khusus dalam UU Pangan menyebabkan beban pembiayaan selalu bergantung pada keuangan negara.

Karena itu, Daniel juga menyoroti persoalan data pangan yang tidak sinkron, kelembagaan yang tumpang tindih, serta koordinasi antarsektor yang masih lemah.

Untuk itu, menurutnya ada tigas aspek yang perlu menjadi pertimbangan dalam revisi UU Pangan.

Aspek pertama, terkait geografis dan konstitusional. Menurutnya pangan merupakan hak dasar warga negara dan telah menjadi amanat Pancasila serta UUD 1945.

Kedua, aspek sosiologis. Ia menilai, Indonesia perlu memperkuat kemandirian dan kedaulatan pangan, terutama di tengah perubahan iklim dan penyusutan lahan pertanian yang mencapai hampir 700.000 hektare.

"Ketiga adalah aspek yuridis. Banyak ketentuan dalam UU Pangan saat ini yang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan zaman, sehingga perlu disesuaikan untuk memperkuat sistem pangan nasional," paparnya.

Untuk itu, Daniel menegaskan, sejumlah poin penting yang perlu dibahas dalam RUU Pangan. Di antaranya yakni, penguatan produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan nasional, penanganan dan pencegahan kerawanan pangan.

Lalu selanjutnya, mengenai standar mutu, kemasan, dan jaminan halal, pendanaan dan sistem informasi pangan, serta penguatan kelembagaan pangan nasional.

“Tata kelola pangan harus diperkuat. Fungsi dan kewenangan lembaga pangan perlu diperluas agar lebih fokus, efektif, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Untuk itu, pembahasan RUU Pangan harus segera dituntaskan,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Daniel menegaskan bahwa revisi UU Pangan bukan sekadar penyempurnaan regulasi, tetapi langkah strategis untuk memastikan Indonesia mampu menghadapi krisis pangan global dan mewujudkan kedaulatan pangan nasional.


Tinggalkan Komentar