telusur.co.id - Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi menggelar sidang perkara Nomor: PDM-60/II/BKSI/03/2023, terkait dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh seorang pengusaha Pudji Santoso (PS). PS merupakan Direktur Utama PT Gugus Rimbarta (GR), dalam sidang tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi menghadirkan saksi pelapor Donny Yahya.
Pemeriksaan saksi mulai digelar oleh PN Kota Bekasi berkaitan dengan perkara penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan oleh terdakwa PS Dirut PT GR tersebut.
Pemeriksaan dimulai dari saksi pelapor Donny Yahya, yang merupakan pengusaha ditanya oleh pengacara terdakwa PS, jaksa, dan majelis hakim. Majelis Hakim awalnya menanyakan kronologi kasus yang dilaporkannya.
"Dimana Dirut PT Gugus Rimbarta telah membujuk dengan mengiming-imingi harga pemborongan secara lumpsump sebesar Rp30,9 miliar. Harga tersebut sudah termasuk bunga, jasa pemborongan 10 persen, resiko eskalasi harga pada saat pekerjaan dilaksanakan, dan PPN 10 persen," kata Donny Yahya saat persidangan di PN Kota Bekasi.
"Atas iming-iming tersebut Dirut PT BKMJ Mr. Johannes Karundeng terbujuk untuk mengikuti kemauan Dirut PT GS, PS dalam pertemuan tanggal 27 Juli 2011. Namun setelah menunggu sekian lama, PT GS tak kunjung menyelesaikan pekerjaannya," sambungnya.
Donny menjelaskan, sebelum melapor, pihaknya telah beberapa kali melayangkan somasi, namun tidak ada tanggapan dari PT GS. Belakangan diketahui pada tahun 2020 PT GS dalam perkara PKPU mengeluarkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan (BAST), terdiri dari BAST 1 dan BAST 2. Padahal pekerjaan belum diselesaikan.
"Saya telah menyerahkan barang bukti berupa material proyek yang belum terpasang, antara lain CCTV, Tata Suara/Sound System, Fire Alarm System dan sebagainya, yang merupakan bukti bahwa pekerjaan belum diselesaikan. Selain BAST, terdakwa juga mengatakan bahwa sudah ada As Build Drawing, padahal As Build Drawing baru bisa dibuat apabila semua material proyek sudah terpasang. Maka dalam hal ini ada serangkaian kebohongan yang dibangun oleh Terdakwa," jelas Donny.
Menurut Donny, salah seorang anggota majelis hakim mengajukan pertanyaan tentang perjanjian. Hakim juga menanyakan apakah Johannes Karundeng 'Cakap' membuat perjanjian.
Saat sidang, Donny menjelaskan tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian, yang pada intinya bahwa kesepakatan antara PT BKMJ dan PT GR tanggal 27 Juli 2011 itu batal demi hukum karena syarat objektifnya tidak terpenuhi, karena dilakukan dengan itikad buruk.
"Bahwa sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2018 Nomor Katalog 4/Yur/Pid/2018 Bidang
Hukum Pidana Klasifikasi Hukum Pidana Penipuan, menjelaskan bahwa perjanjian yang dasari dengan itikad buruk atau niat jahat untuk merugikan orang lain bukan wanprestasi tetapi penipuan," tegasnya.
Dia lebih jauh menerangkan, putusan lain yang menyatakan hal serupa adalah Putusan No. 366K/Pid/2016 (I Wayan Sunarta) yang menyatakan dengan tegas bahwa perjanjian yang didasari dengan itikad buruk atau niat jahat untuk merugikan orang lain bukan wanprestasi tetapi penipuan.
"Juga putusan No. 211 K/Pid/2017 (Erni Saroinsong) yang pada intinya menyatakan bahwa meskipun hubungan hukum antara terdakwa dan saksi korban Robert Thoenesia awalnya pinjam meminjam uang sebesar Rp 2 miliar untuk modal kerja proyek pengadaan bibit kakao Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan. Namun, sebelum melakukan pinjaman tersebut terdakwa telah memiliki itikad tidak baik kepada Robert Thoenesia. Maka, perbuatan materiil terdakwa telah memenuhi seluruh unsur Pasal 378 KUHP (penipuan)," ujarnya.
"Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan untuk dapat menilai apakah suatu wanprestasi termasuk sebagai penipuan atau masalah keperdetaan harus dilihat apakah perjanjian tersebut didasari atas itikad buruk atau tidak baik atau tidak," imbuh Donny.
Bahwa terdakwa, masih menurut Donny, memang telah melakukan serangkaian kebohongan dengan membuat BAST 1 dan BAST 2 yang isinya tidak benar. Dalam BAST 1 menyatakan pekerjaan telah selesai dan BAST 2 menyatakan bahwa retensi sudah selesai, padahal faktanya material proyek (saat ini telah disita JPU sebagai barang bukti) belum terpasang.
"Kemudian, pada saat akan dilakukan P21 tahap 2 terdakwa melarikan diri, dan baru dapat diserahkan oleh Penyidik kepada JPU setelah diburon sekian minggu. Dari rangkaian kebohongan, kejahatan memalsukan isi BAST, melakukan pelanggaran hukum melarikan diri, maka jelas hal ini bukanlah wanprestasi tetapi merupakan tindakan penipuan," katanya.
Menurut dia, berkaitan dengan pasal 372 penggelapan yaitu karena terdakwa telah menerima lebih dari 100 persen Dana Proyek, tetapi pekerjaannya tidak diselesaikan. Bahwa sebagian dana yang berada dalam kekuasaan terdakwa bukan karena kejahatan (yaitu sebagian dana yang harusnya dgunakan untuk mengerjakan proyek) telah digelapkan.
Oleh karena itu Donny Yahya merasakan ada hal yang janggal dengan pertanyaan anggota majelis hakim ini. Karena, sebagai praktisi hukum dia khawatir duduk perkara ini dialihkan dari penipuan ke wanprestasi (perdata). Namun uang proyek yang digelapkan, tidaklah dapat dilarikan ke peristwa hukum wanprestasi.
"Saya berencana akan mengadukan ini ke KY, BAWAS MA, PT, dan akan memberikan tembusan ke Ketua PN setempat, karena saya khawatir perkara ini dibelokkan. Apalagi, saya mendapat informasi bahwa perkara ini ada pihak yang meminta khusus untuk menanganinya," tegasnya lagi.
"Perlu saya tambahkan bahwa objek perkara ini adalah BMN (Barang Milik Negera) dalam Kuasa Pengguna Barang TNI AU, karena itu dikemudian hari kerugian PT BKMJ ini berpotensi menjadi kerugian Negara (Korupsi). Saya berharap semua pihak penegak hukum dapat berhati-hati menangani perkara ini," pungkasnya. (Ts)