Efikasi Vaksin Rendah, BMI Minta Pemerintah Tidak Permainkan Nyawa Rakyat - Telusur

Efikasi Vaksin Rendah, BMI Minta Pemerintah Tidak Permainkan Nyawa Rakyat

Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI), Farkhan Evendi.

telusur.co.id - Vaksin Corona Sinovac secara resmi mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan hasil analisis interim uji klinis di Bandung menunjukkan efikasi Sinovac sebesar 65,3 persen. Senin (11/1/2021)

Namun, hasil tersebut jauh di bawah tingkat efikasi vaksin yang sama, yang di uji cobakan di negara lain seperti Brazil yang sebesar 78%  atau di Turki yang mencapai 91,25%.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI), Farkhan Evendi, menyayangkan langkah pemerintah yang dinilai terburu-buru dalam memasarkan vaksin Sinovac. BMI meminta kepada Pemerintah untuk tidak mempermainkan nyawa masyarakatnya.

"Jika efikasinya 65,3 persen, maka masih ada resiko sebesar 34,7 persen. Itu angka resiko yang tinggi," kata Farkhan. Selasa (12/1/2021).

Padahal, kata Farkhan, kalau pemerintah tidak terburu-buru mengambil langkah, sebenarnya masih ada pilihan jenis vaksin lain yang bisa jadi memiliki potensi efikasi lebih tinggi jika di uji klinis di indonesia.

"Faktanya vaksin Sinovac di Indonesia efikasinya rendah dibanding negara lain, selain itu juga sebenarnya ada pilihan vaksin lain yang mungkin memiliki harapan efikasi dengan tingkat yang lebih tinggi dari Sinovac," tuturnya.

lebih lanjut, Farkhan mempertanyakan kenapa Pemerintah tidak cermat mengambil kebijakan, padahal ini berkaitan dengan nyawa rakyat. Ia juga menilai, sejak awal pemerintah terburu-buru mengambil kebijakan, bahkan menurutnya pemerintah sudah ambil kebijakan sebelum memiliki data yang memadai.

Menurutnya ini merupakan pola kebijakan yang tidak baik, dan akhirnya juga menghasilkan kebijakan yang tidak baik pula. Ia menilai seharusnya pemerintah bisa mempertimbangkan lebih dulu jenis vaksin lain yang memiliki tingat efikasi lebih tinggi misalnya Pfizer-Biontech yang efikasinya 95 persen, atau Moderna yang efikasinya 94 persen.

"Harusnya kita juga bisa terlebih dahulu uji coba jenis vaksin lain di Indonesia. Kalau hasilnya sudah diketahui semua, baru kita bisa ambil kebijakan mana yang terbaik. Nah ini kan ga begitu, data belum ada tapi kebijakan sudah diambil," tutur Farkhan.

Lebih jauh Farkhan mengingatkan agar pemerintah tidak main-main dengan nyawa rakyat. Rencana vaksin masal yg dimulai tgl 13 Januari nanti harusnya di evaluasi mengingat hasil data efikasi dari BPOM tersebut.

"Kalau sudah tau hasilnya tidak maksimal, harusnya pemerintah segera mengevaluasi kebijakannya. Nyawa rakyat jangan dibuat main-main," tegasnya.[Tp]


Tinggalkan Komentar