telusur.co.id - Di tengah kepanikan warga yang masih berjuang keluar dari lumpur dan banjir, kabar dugaan sabotase Jembatan Bailey di Aceh menambah kecemasan. Jembatan darurat yang dibangun untuk membuka akses bagi ribuan warga terisolasi ditemukan dalam kondisi tidak utuh. Sejumlah baut dilepas oleh orang tak dikenal, sebagaimana diungkap Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Maruli Simajuntak.
Namun, di balik hiruk-pikuk isu tersebut, Irmawan, anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB, mengingatkan agar semua pihak tidak terjebak dalam provokasi. Baginya, yang paling mendesak saat ini bukanlah polemik sabotase, melainkan nasib para korban bencana.
“Kami prihatin jika dugaan sabotase ini benar terjadi. Namun isu ini jangan sampai melebar dan menghambat fokus utama, yakni penanganan korban bencana,” ujar Irmawan, Selasa (30/12/2025).
Dugaan sabotase jembatan Bailey sebelumnya disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simajuntak. Ia menyebut prajurit menemukan sejumlah baut jembatan yang dilepas oleh orang tak dikenal pada Ahad (28/12/2025). Jembatan Bailey tersebut merupakan akses darurat bagi warga yang terisolasi akibat bencana.
Irmawan menegaskan, penanganan dan pemulihan pascabencana harus menjadi prioritas utama seluruh pihak. Menurutnya, upaya pemulihan perlu segera dilakukan agar para korban dapat kembali menjalani kehidupan yang lebih baik. “Saat ini masih banyak persoalan yang dihadapi para korban, mulai dari hunian hingga pemenuhan kebutuhan pokok. Belum lagi dengan rusaknya berbagai infrastruktur dasar. Maka akan semua pihak harus menjaga fokus penanganan sehingga tahap rehabilitasi berjalan baik,” ujarnya.
Berdasarkan data pada dasbor penanganan darurat banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat per Selasa (30/12/2025), tercatat sebanyak 1.140 orang meninggal dunia dan 163 orang masih dinyatakan hilang. Selain itu, sekitar 399 ribu orang terpaksa mengungsi akibat bencana yang terjadi dalam sebulan terakhir. Data tersebut juga mencatat kerusakan pada 3.188 fasilitas pendidikan, 90 jembatan terputus, 803 rumah ibadah rusak, serta 215 fasilitas kesehatan terdampak.
Irmawan mengatakan, hingga kini para korban masih sangat membutuhkan bantuan. Banyak warga belum dapat kembali ke rumah karena tertutup lumpur tebal, sementara ribuan rumah mengalami kerusakan berat dan tidak layak huni.
Selain bantuan pengobatan, makanan, minuman, dan air bersih, ia menambahkan bahwa kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, dan lanjut usia masih membutuhkan bantuan khusus, termasuk susu, pembalut, dan popok bayi.
“Prioritas utama adalah kebutuhan para korban bencana di Sumatera. Pemulihan membutuhkan waktu dan kerja bersama agar mereka bisa segera bangkit dan menata kembali kehidupan ke depan,” kata Irmawan. [ham]




