telusur.co.id - Di tengah perdebatan politik yang kembali mengemuka, wacana mengembalikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke DPRD muncul dari sejumlah elit partai. Mereka beralasan, cara ini akan lebih efisien secara anggaran dan mampu menekan praktik politik uang. Namun, bagi Komite Pemilih Indonesia (TePI), gagasan tersebut bukanlah solusi, melainkan ancaman serius bagi demokrasi.
Jeirry Sumampow, Koordinator TePI, menilai alasan efisiensi hanyalah penyesatan logika publik. Menurutnya, biaya politik yang mahal bukanlah akibat dari sistem pemilihan langsung, melainkan dari perilaku elit politik sendiri serta buruknya tata kelola partai. “Masalah ongkos politik mahal itu akarnya ada pada perilaku elit dan tata kelola partai politik, bukan pada sistem Pilkada langsung,” tegasnya.
TePI melihat, jika Pilkada dikembalikan ke DPRD, praktik politik uang tidak akan hilang. Ia hanya akan bergeser dari ruang publik ke ruang tertutup antar-elit partai dan fraksi. Situasi ini dianggap lebih berbahaya, karena keputusan politik akan semakin jauh dari rakyat dan semakin dekat dengan kepentingan oligarki. Kepala daerah pun berpotensi menjadi sandera kepentingan partai, bukan lagi pemimpin yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
Lebih jauh, TePI mengingatkan bahwa Pilkada langsung adalah mandat reformasi 2005, sebuah langkah besar untuk memutus praktik “dagang sapi” yang dulu marak di DPRD. Mengembalikan mekanisme ke DPRD berarti mundur dari capaian demokrasi yang sudah diperjuangkan selama dua dekade.
Sebagai gantinya, TePI menawarkan solusi lain untuk menekan biaya politik: digitalisasi pemilu, reformasi pendanaan partai politik, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku politik uang. Bagi mereka, alasan efisiensi tidak boleh dijadikan dalih untuk merampas kedaulatan rakyat.
Narasi TePI berakhir dengan peringatan keras: Pilkada lewat DPRD hanya akan memperkuat cengkeraman oligarki dan mempermudah cukong politik membeli kekuasaan daerah. Demokrasi, kata mereka, tidak boleh dikorbankan demi kalkulasi penghematan anggaran yang semu. [ham]




