telusur.co.id - Klaim Indodax soal keamanan cadangan aset kripto kembali dipertanyakan. Sejumlah trader dan pengembang token menilai, pernyataan manajemen Indodax tidak sejalan dengan rangkaian peristiwa yang terjadi setelah serangan peretas pada September 2024 hingga delisting token BotX pada Oktober 2025.
Pasca serangan siber yang diklaim berasal dari Korea Utara pada September 2024, Indodax menyatakan seluruh dana nasabah dan aset cadangan tetap aman.
Manajemen bahkan menyebut total aset kripto yang dikelola melebihi Rp11,5 triliun atau lebih dari 100 persen saldo milik member.
Keyakinan tersebut turut mendorong aktivitas perdagangan, terlebih setelah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) memasukkan BotX ke dalam daftar whitelist aset kripto yang boleh diperdagangkan di Indonesia pada Januari 2025.
“Dengan publikasi tersebut, kami dan para trader tetap melakukan perdagangan, ditambah keputusan Bappebti memasukkan BotX ke dalam whitelist,” ujar Randi Setiadi, perwakilan pengembang BotX, Rabu (31/12/2025).
Namun, Randi menilai, situasi berubah drastis setelah pergantian CEO Indodax dari OD ke WS pada Mei 2025. Sejak saat itu, kata dia, Indodax menghentikan layanan penarikan dana dengan alasan maintenance yang tak pernah dibuka kembali hingga BotX dikeluarkan dari bursa.
“Withdraw disuspend dengan alasan maintenance dan tidak pernah dibuka sampai BotX dide-listing pada Oktober 2025,” tuturnya.
Randi juga mengungkapkan, pada Juli 2025 Indodax sempat menghubungi pihak pengembang dengan rencana membeli token BotX sebagai bagian dari cadangan internal. Penawaran yang diajukan dinilai jauh di bawah harga pasar.
“Indodax menawar Rp10 sampai Rp100 per token, padahal harga pasar saat itu Rp4.948. Kami menolak karena tidak wajar,” ujar Randi.
Merasa ada kejanggalan, lanjutnya, pengembang BotX melaporkan dugaan kekurangan likuiditas, penyalahgunaan saldo pengguna, serta ketiadaan cadangan token di wallet kustodian kepada Komite Pengawasan Bursa Kripto CFX pada September 2025.
“Akhirnya kami melaporkan kekurangan likuiditas BotX, dugaan penyalahgunaan saldo pengguna, dan tidak adanya cadangan token di wallet kustodian,” kata Randi.
Adapun laporan tersebut berujung pada terbitnya Surat Keputusan CFX bernomor CFX/DIR-SK/019/X/2025 yang menghapus BotX dari Daftar Aset Kripto. Pada hari yang sama, Indodax langsung menghentikan perdagangan token tersebut.
“Hingga delisting dilakukan, tidak pernah ada informasi atau tindak lanjut apa pun dari Indodax kepada developer,” ucapnya.
Kemudian, masalah berlanjut ketika Indodax pada 4 November 2025 meminta konfirmasi likuidasi token BotX dalam waktu 3×24 jam dengan harga referensi internal Rp341 per token.
“Kami menolak likuidasi sepihak tersebut dan meminta pengembalian dalam bentuk aset BotX,” ujar Randi.
Dia menilai, rangkaian peristiwa ini bertentangan dengan klaim transparansi dan keamanan dana yang disampaikan manajemen Indodax.
Menurut Randi, publik tidak pernah diperlihatkan bukti cadangan aset sebagaimana dijanjikan.
“Paska serangan 11 September 2024, developer tidak pernah dilibatkan dalam audit. Ini bertolak belakang dengan pernyataan bahwa siapa pun bisa melihat dana cadangan,” imbuhnya.
Dia juga menyoroti pernyataan terbaru CEO Indodax WS yang menegaskan komitmen tanggung jawab dan transparansi tanpa menyinggung kasus BotX.
“Jika memang berkomitmen transparan, seharusnya masalah ini tidak perlu sampai ke OJK,” kata Randi.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Divisi Pengawasan tengah melakukan pemeriksaan lanjutan atas kasus tersebut. Para trader berharap OJK menegakkan perlindungan konsumen sesuai Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 agar potensi kerugian nasabah dapat dicegah.
Sebelumnya, platform perdagangan aset kripto INDODAX memberikan penjelasan terkait isu dugaan kehilangan dana pengguna yang belakangan beredar di medsos dan sejumlah media digital. Informasi itu dikaitkan dengan penggunaan aplikasi INDODAX oleh salah satu pihak.
INDODAX menyatakan memahami bahwa isu keamanan akun merupakan hal yang sensitif dan menjadi perhatian utama para pengguna platform investasi aset kripto.
Menyikapi hal itu, CEO INDODAX William Sutanto, menyampaikan permohonan maaf kepada publik atas kekhawatiran yang muncul akibat beredarnya informasi tersebut.
“Kami memohon maaf atas kekhawatiran yang timbul di ruang publik akibat beredarnya informasi ini. Kami memahami perhatian masyarakat, dan kami berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan secara bertanggung jawab dan transparan,” kata William dalam keterangan tertulis, Senin (29/12/2025), dikutip dari Kompas.com.
INDODAX menerangkan, berdasarkan penelusuran terhadap akun-akun member yang informasinya beredar di media, ditemukan indikasi adanya akses ilegal ke akun pengguna. Akses tersebut, menurut perusahaan, tidak berasal dari sistem internal INDODAX.
“Akses ilegal tersebut terjadi akibat faktor eksternal, seperti phishing, malware, atau metode social engineering yang menargetkan perangkat maupun kredensial pribadi pengguna,” tutur William.
William menegaskan, keamanan akun pengguna tetap menjadi fokus utama perusahaan. Ia menyampaikan bahwa hasil penelusuran awal menunjukkan indikasi kuat adanya faktor eksternal dalam kasus yang beredar, meskipun proses pendalaman masih terus dilakukan.
“Keamanan pengguna selalu menjadi prioritas kami. Dari hasil penelusuran awal, indikasi yang muncul mengarah pada akses ilegal dari faktor eksternal. Meski demikian, kami tetap berkomitmen untuk mendampingi para member yang terdampak dan menindaklanjuti setiap kasus secara menyeluruh,” kata dia.[Nug]




