telusur.co.id - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali menegaskan posisi Indonesia sebagai pendukung kuat multilateralisme dan kemitraan antar negara berkembang dalam pidatonya di sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu, 6 Juli 2025.
Mengangkat tema “Strengthening Multilateralism, Economic-Financial Affairs, and Artificial Intelligence”, sesi ini menjadi forum penting bagi para pemimpin dunia untuk membahas tantangan dan peluang dalam membangun tatanan global yang lebih adil dan inklusif.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang mendampingi Presiden dalam forum tersebut menyampaikan bahwa Presiden Prabowo menekankan pentingnya menghidupkan kembali semangat multilateralisme di tengah dunia yang semakin multipolar.
"Presiden mendorong penguatan kerja sama ekonomi antarnegara Global South dan perluasan pemanfaatan New Development Bank (NDB) sebagai sarana pendanaan pembangunan," ujar Airlangga.
Indonesia, lanjutnya, telah menyatakan kesiapan untuk bergabung aktif dalam NDB sebagai langkah strategis guna mengakses pembiayaan proyek yang sejalan dengan transformasi hijau dan pertumbuhan berkelanjutan.
“Saat ini NDB tengah membiayai sekitar 120 proyek dengan nilai total mencapai USD 39 miliar,” ungkap Airlangga. Proyek-proyek tersebut mencakup energi bersih, infrastruktur hijau, dan inisiatif keberlanjutan lainnya.
Tak hanya itu, Indonesia juga tampil proaktif dengan mengusulkan inisiatif baru bertajuk “South-South Economic Compact”—sebuah gagasan ambisius yang disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo di hadapan para pemimpin BRICS.
Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Nasir (Tata), menjelaskan bahwa inisiatif ini bertujuan memperkuat konektivitas ekonomi negara-negara berkembang, serta mendorong integrasi mereka ke dalam rantai pasok global.
“Negara-negara BRICS diharapkan bisa menjadi motor penggerak, memberikan akses perdagangan yang lebih luas serta mendorong keterlibatan negara-negara Global South dalam perekonomian global,” tutur Tata.[]