telusur.co.id -SURABAYA - Sidang perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada anak dengan agenda persidangan pemeriksaan saksi anak korban, saksi korban dan terdakwa Rizki Ramadhani bin Misru (alm) telah digelar secara tertutup di ruang Tirta, Pengadilan Negeri Surabaya.
Agenda persidangan pemeriksaan saksi dari pihak anak korban dengan Hajita Cahyo Nugroho, S.H. selaku Jaksa Penuntut Umum, menghadirkan anak korban, ibu dari anak korban serta paman dari anak korban untuk memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut, turut hadir Komnas Perlindungan Anak Kota Surabaya dan DP3AK Provinsi Jawa Timur yang menangani kasus perempuan dan anak.
Rolland E. Potu, Kuasa Hukum dari pihak korban, mengatakan bahwa, terdakwa mengakui terhadap segala keterangan yang diberikan oleh pihak korban di dalam persidangan.
“Dalam persidangan tadi, terdakwa mengakui semua keterangan yang disampaikan saksi fakta dan sesuai dengan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” bebernya saat diwawancarai awak media pasca sidang. Rabu, (10/11/2025).
Lebih lanjut, menurut keterangan kesaksian dari anak korban dengan inisial NSG (13) pada saat persidangan, NSG kenal dengan terdakwa di salah satu mal di Kota Surabaya yang mana ia merupakan seorang Office Boy (OB) di mal tersebut.
Setelah berkenalan, terdakwa memaksa untuk bertukar nomor dan menghadang anak korban untuk pulang, hingga akhirnya atas permintaan yang memaksa dari terdakwa, anak korban mengikuti tujuan yang ditentukan oleh terdakwa.
Kemudian, anak korban digiring oleh terdakwa ke suatu penginapan dan diberikan minuman kopi dalam kemasan. Meski kandungan dari minuman tersebut belum dapat disimpulkan, akan tetapi setelah meminumnya anak korban tidak sadarkan diri dan terbangun dalam keadaan telanjang bulat.
“Anak korban dalam kondisi psikologis yang berbeda dengan dewasa, jadi mudah dipancing,” jelas Rolland selaku Kuasa Hukum.
Rolland menegaskan bahwa, pihaknya telah mengajukan permohonan restitusi kepada terdakwa sebesar Rp 250 juta rupiah.
“Kami mengajukan permohonan restitusi kepada terdakwa sebesar Rp 250 juta rupiah dan ini adalah hak yang dijamin undang-undang sesuai Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2022,” lugasnya.
“Restitusi ini berkaitan dengan biaya perawatan korban yang trauma sehingga kondisi badannya sering drop, murung, sakit-sakitan, bahkan sempat rawat inap, semua kita masukkan dan akan kami buktikan melalui surat permohonan restitusi,” tuturnya.
Atas perkara ini, pihak korban berharap bahwa tuntutan dapat dibuktikan dan majelis hakim menilai sesuai dengan fakta.
“Termasuk pemberian restitusi untuk mengganti hak-hak korban melalui orang tuanya,” tutup Rolland. (sw/mar/ari)



